“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS 8:53)
Ilustrasi ini saya ambil dari materi Ice Breaking pada Change Management Training beberapa tahun lalu. Ceritanya adalah tentang orang kebanyakan yang terjebak dalam kondisi yang sangat tidak menyenangkan, tetapi karena tidak bisa/tidak mau merubahnya sampai lama kelamaan terbiasa hidup dengan kondisi tersebut.
Suatu hari Mr. Stuck yang sangat letih pulang kerja mendapati ada seekor gajah yang nongkrong di ruang tamunya. Meskipun kaget, sedih dan jengkel bukan kepalang – karena keletihannya Mr.Stuck memutuskan untuk membiarkan gajah tersebut di ruang tamunya dan berharap bisa mengusirnya esuk pagi setelah kondisinya segar.
Esuk paginya Mr. Stuck bangun kesiangan seperti biasanya, dia buru-buru berangkat kerja. Ketika melihat gajah masih nongkrong di ruang tamunya, dia berniat – nanti saja sepulang kerja mengusir gajah tersebut. Sore hari ketika dia pulang kerja, kembali sangat letih – dan memutuskan untuk mengusir gajah esuk pagi saja.
Begitu seterusnya, hari berganti hari – tahun berganti tahun; Mr. Stuck meskipun dengan perasaan jengkel – dia dengan terpaksa hidup bersama gajah di ruang tamu seumur hidupnya.
Fenomena gajah di ruang tamu ini adalah cerminan hal yang mengagetkan, tidak seharusnya, menjengkelkan dlsb. yang ada di sekitar kita dalam bentuk yang bisa bermacam-macam. Dalam skala bangsa Indonesia yang lagi hangat misalnya adalah system hukum kita yang terasa sangat timpang.
Orang-orang kecil yang mencuri semangka, buah kakau, pisang dipenjara. Sementara yang merugikan negara trilyunan melenggang bebas, yang mengobok-ngobok kewibawaan hukum juga bebas. Well kalau toh diantara yang mengobok-ngobok rasa keadilan tersebut akhirnya di penjara, dia tetap hidup mewah bak hotel bintang lima di dalam penjara.
System hukum yang demikian ini jelas sangat menjengkelkan kita sebagai rakyat, mungkin juga menjengkelkan para pemimpin negeri ini….tetapi karena mereka sangat letih dengan perbagai persoalan, saya tidak heran kalau sampai bertahun kedepan akan tetap ada ‘gajah nongkrong di ruang tamu’ tersebut di system hukum kita.
Dalam skala pribadi, masing-masing kita juga kadang punya masalah dengan tamu yang tidak diundang tersebut – gajah yang sudah terlanjur nongkrong di ruang tamu kita. Salah satu contohnya adalah pekerjaan yang tidak kita sukai, tetapi terpaksa kita jalani seumur hidup kita sampai pensiun.
Ada tes sederhana yang dapat mengukur apakah Anda cocok dan dapat menikmati pekerjaan Anda atau sebaliknya. Tes ini adalah dengan melihat apa yang Anda rasakan setiap Minggu sore/malam. Bila setiap minggu malam Anda lebih sering bahagia menyongsong pekerjaan esuk hari, maka kemungkinan besarnya pekerjaan tersebut memang cocok untuk Anda dan Anda dapat menikmatinya.
Sebaliknya, bila Anda tidak bisa menikmati akhir pekan Anda karena membayangkan pekerjaan yang tidak menyenangkan hari Senin-nya; maka sangat bisa jadi pekerjaan yang Anda tekuni ini memang tidak cocok untuk Anda sehingga Anda tidak bisa menikmatinya. Bila ini yang terjadi maka pekerjaan inilah yang disebut ada gajah nongkrong di ruang tamu Anda. Hanya Anda sendiri yang bisa mengusir gajah tersebut, karena kalau tidak maka gajah tersebut tetap nongkrong di ruang tamu Anda sampai Anda pensiun – artinya Anda tersiksa seumur hidup dengan pekerjaan Anda. Wa Allahu A’lam. (Muhaimin Iqbal, Gerai Dinar, 14 Januari 2010)