Situs resmi Food and Agriculture Organization (FAO) – badan pangan PBB – hari-hari ini memuat iklan yang menarik. Iklan tersebut mengajak kita marah dan membuat petisi ke pemerintahnya masing-masing, untuk memberikan tekanan agar mereka menaruh upaya pencegahan kelaparan sebagai top priority dalam pemerintahannya. Meskipun ini mirip dengan upaya yang pernah saya tulis di situs ini hampir sebulan lalu , saya sendiri kurang sreg bila hanya dengan petisi-petisi semacam ini, mengapa ?.
Hanya dengan membuat petisi, seolah kita melempar masalah kelaparan ini adalah tanggung jawab pemerintah saja. Tentu saja sebagai pemimpin negeri, mereka memiliki tanggung jawab lebih – tetapi kita sebagi individu juga memiliki tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitas kita masing-masing. Oleh karenanya melalui situs ini, dalam berbagai tulisan saya mengajak para pembaca untuk mulai ikut berpikir dan bertindak untuk mencegah kelaparan ini.
Apa yang sebenarnya salah ?, mengapa sampai begitu banyak orang kelaparan di muka bumi ?, banyak sekali yang bisa dijadikan kambing hitam untuk ini. Tetapi bila melihat data inflasi bahan pangan di Indonesia yang rata-rata naik 12% per tahun selama lima tahun terakhir maka nampak problemnya antara lain ada di supply bahan pangan dan juga daya beli masyarakat. Supply bahan pangan yang semakin terbatas membuat sebagian penduduk yang berdaya beli rendah – tidak kebagian bahan pangan karena tidak mampu membelinya.
Ini rupanya juga bukan hanya gejala di Indonesia, perhatikan grafik dibawah yang saya sajikan berdasarkan data terakhir dari FAO. Dalam dasawarsa 90-an (1991-2000), Food Price Index dunia relatif stabil – artinya tidak terjadi pemburukan harga bahan pangan dunia selama dasawarsa tersebut.
Tetapi dalam dasawarsa pertama di milenium ketiga ini (2001-2010), terjadi lonjakan harga pangan dunia yang luar biasa. Bila di rata-rata, maka harga pangan dunia secara umum naik sekitar 7 % per tahun dan bahkan mencapai 8 % per tahun untuk kategori cereals – bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi dunia.
Lantas bisa berkontribusi apa orang-orang kecil seperti kita-kita dalam mengatasi krisis pangan yang berskala global ini ?. Mungkin kapasitas kita secara individu memang tidak bisa mengatasi krisis pangan global ini, atau bahkan mengatasi krisis nasional-pun tidak bisa ; tetapi bila gerakan yang sama dilakukan oleh sekian banyak orang – maka insyaallah krisis tersebut bisa diatasi atau setidaknya dikurangi.
Disinilah perbedaan saya dengan FAO; bila FAO mengajak masyarakat global untuk membuat petisi terhadap pemerintahnya masing-masing; saya mengajak siapapun yang membaca tulisan ini untuk mulai berpikir dan bertindak nyata dalam mengatasi kelaparan ini. Tindakan apa yang secara strategis bisa kita lakukan untuk ini ?; berikut adalah empat area yang setidaknya bisa kita mulai somewhere.
Pertama penggunaan capital yang ada di tangan Anda. Bila selama ini excess capital yang dimiliki masyarakat kelompok menengah dan atas perkotaan mayoritasnya ada di bank, asuransi, saham, reksadana, emas, property dlsb. mulailah berpikir untuk setidaknya menggunakan sebagian dana Anda untuk membiayai sektor-sektor pertanian dalam arti luas. Di sekitar Jabodetabek saja banyak sekali lahan tidur, temukan mereka dan tanami dengan padi, singkong, pisang, sayur, jamur dlsb.
Kedua penggunaan sumber daya baik yang bersifat alam maupun manusia. Saya sedih sekali beberapa hari lalu mendengar seorang menteri di negeri ini menyalahkan hujan sepanjang tahun sebagai sumber masalah kekurangan pangan. Rizki kita turun bersama hujan, pasti karena kelemahan kita yang tidak dapat secara strategis menyongsong dan mengolah rizki tersebut yang membuat kita kekurangan pangan.
Marilah berpikir out of the box, bahan pangan bukan hanya padi, gandum dan sejenisnya. Bahan pangan bisa saja berupa jamur sebagai contoh - yang bisa ditanam secara vertical di tanah yang sangat sempit sekalipun. Jamur tumbuh subur dikala hujan banyak, kelembaban tinggi dan suhu relatif rendah. Saya yakin banyak sekali bahan pangan lain yang tumbuh bersama hujan ini – jadi hujan tidak seharusnya dipandang sebagai ‘kambing hitam’ atas persoalan pangan di negeri ini.
Ketiga adalah akses pasar. Ketika harga cabe mencapai Rp 150,000/kg beberapa pekan lalu, ternyata bukan petaninya yang membuat harga begitu tinggi – tetapi harga ter –mark-up secara berlebihan di jalur tengkulak sampai konsumen. Meskipun dengan tingkat yang berbeda, bahan pangan lain kemungkinan besarnya juga ter-mark-up oleh system pasar yang tidak adil seperti berkuasanya para tengkulak, kartel, monopoli dan konglomerasi.
Solusi untuk yang ketiga ini adalah pasar yang Islami yang dijalankan berdasarkan syariah Islam yang sudah terbukti adil dan memakmurkan selama lebih dari seribu tahun. Bila selama ini orang sibuk mensyariahkan bank, asuransi, pasar modal dlsb; kini waktunya ada yang mensyariah-kan sektor riil seperti pasar ini.
Team kami insyaallah sudah mendekati persiapan akhir untuk melahirkan model pertama pasar syariah yang kita sebut Pasar Madinah, Medina Market atau Suk Al Madinah. Lahan untuk pasar ini alhamdulillah sudah kami bebaskan, tinggal mendirikan bangunan-bangunan sederhana untuk berteduh – agar pasar inipun cukup nyaman nantinya. Setelah model ini berjalan mulus, nanti masyarakat tinggal menggandakannya di lokasi masing-masing – agar kehadiran pasar-pasar syariah ini kelak bisa menggantikan system pasar yang ada selama ini yang mirip pasar-pasar pra Islam - yang oleh Nabi Shallallahu 'alayhiwasallam disabdakan “...Pasar kalian tidak seperti ini...” (HR Sunan Ibnu Majjah).
Keempat adalah perlindungan nilai, hasil jerih payah kerja masyarakat tidak boleh disusutkan daya belinya karena tersimpan dalam uang kertas. Untuk ini masyarakat didorong untuk bisa berinvestasi di sektor riil dan berdagang – yang dari hitung-hitungan investasi-pun secara umum akan lebih baik dari menabung dalam uang kertas. Entry barrier untuk menjadi masyarakat pedagang akan lebih mudah diatasi – antara lain bila keberadaan pasar syariah tersebut diatas meluas di masyarakat.
Anda dan para ahli negeri ini barangkali bisa berbuat lebih baik lagi dari empat hal yang kami programkan tersebut diatas, maka inilah peluang kita untuk fastabiqul khairat – berlomba dalam kebajikan - berlomba melawan ancaman kelaparan dunia yang konon kini telah mencapai 1,000,000,000 orang !.
Semoga Allah memudahkan jalan kita untuk bisa beramal yang diridloiNya. Amin. (Muhaimin Iqbal, Gerai Dinar, 3 Februari 2011)