Dari waktu ke waktu saya menulis tentang prediksi harga emas angkanya tidak pernah sama dari satu prediksi ke prediksi berikutya. Pertama karena harga emas terus bergerak sehingga data yang kita gunakan pasti berbeda, kedua karena teknik yang digunakan juga berbeda-beda. Kali ini harga emas saya dekati dengan ilmunya anak sekolahan yang sering sekali digunakan dalam thesis-thesis S1 sampai S3, yaitu pendekatan dengan menggunakan model matematika.
Untuk keperluan ini saya gunakan harga emas rata-rata bulanan dalam US$ dari database-nya Kitco.com selama 134 bulan (Januari 2000 s/d February 2011), sedangkan konversinya ke angka Rupiah saya gunakan data nilai tukarnya Pacific Exchange Services. Untuk harga emas fisik di Indonesia dalam Rupiah data tersebut saya koreksi lagi dengan pengamatan harga emas di pasar lokal termasuk di Logam Mulia.
Ada tiga model persamaan matematika yang saya coba gunakan yaitu persamaan linear, polynomial dan exponential. Agar Anda tidak dipusingkan dengan hal-hal yang sangat teknis demikian, saya akan langsung saja ke hasilnya seperti grafik-grafik di bawah. Grafik pertama adalah harga emas dalam US$ - sebaran data riilnya berupa bintik-bintik kuning emas.
Model matematika yang kita gunakan terwakili dari grafik merah, hijau dan hitam. Grafik merah dan persamaan matematikanya yang ditulis merah menggunakan pendekatan exponential. Grafik hijau dan persamaan hijau adalah untuk persamaan polynomial, sedangkan yang hitam adalah persamaan linear. Secara grafis-pun Anda sudah bisa melihat bahwa grafik hijau paling mendekati dengan sebaran data yang ada, kemudian di susul merah dan yang paling jauh hitam.
Secara matematika kedekatan model dengan realita ini diwakili oleh angka R2 (R Square) atau disebut juga sebagai coefficient of determination. Pendekatan polynomial menghasilkan angka tertinggi yaitu 0.9804 – artinya sangat akurat, disusul oleh pendekatan exponentialdengan angka 0.966. Model linear memberikan akurasi yang paling jauh dengan angka R2 0.8871.
Lantas bagaimana menggunakan model persamaan tersebut ?, sederhana, setelah kita punya persamaan yang akurat seperti persamaan polynomial yang formulanya ditulis dengan warna hijau di grafik diatas – kita tinggal menggunakannya untuk memprediksi harga emas sampai akhir tahun misalnya. Dari tiga pendekatan persamaan matematis tersebut, persamaan polynomial akan memberikan prediksi yang paling akurat dengan angka harga emas akhir tahun ini berada di kisaran angka US$ 1,512/Oz.
Untuk konversinya ke Rupiah saya perlu memberi catatan khusus karena nilai tukar US$ ke Rupiah bergerak secara tidak beraturan, saya tidak bisa menemukan satupun pendekatan persamaan matematis yang relatif akurat untuk ini. Kalau saya gunakan persamaan linear – yang paling mendekati-pun angka R2 hanya 0.0524 artinya sangat tidak akurat – lihat grafik dibawah.
Yang menarik adalah meskipun nilai tukar US$ ke Rupiah bergerak tidak beraturan, bila masing-masing nilai tukar rata-rata bulanan ini digunakan untuk mengkonversikan harga emas dalam US$/Oz; hasilnya adalah harga emas dalam Rupiah yang fit dengan model-model persamaan matematika tersebut diatas.
Perhatikan grafik dibawah ini, R2 untuk persamaan polynomial dari harga emas sejak Januari 2000 adalah 0.9811. Untuk persamaan exponential angkanya di 0.9691, sedangkan untuk yang linear angkanya 0.8974. Ketidak beraturan nilai tukar US$ terhadap Rupiah kalah kuat dengan pengaruh keteraturan pergerakan harga emas itu sendiri.
Walhasil bila kita gunakan persamaan polynomial yang terbukti paling tinggi akurasinya untuk model persamaan matematika harga emas ini, kita bisa memprediksi harga emas akhir tahun ini dalam Rupiah akan berada di kisaran angka Rp 467,000/gram – atau hanya akan mengalami kenaikan sekitar 13.5% dari angka akhir tahun lalu. Ini sejalan dengan menguatnya Rupiah yang luar biasa beberapa bulan terakhir ini.
Apa artinya kenaikan 13.5% untuk harga emas fisik di Indonesia ini ?. Appresiasi emas masih bisa memberikan hasil bersih lebih dari 2 kali tabungan Rupiah di bank-bank favorit. Apresiasi emas juga insyallah sekali lagi akan membuktikan kemampuannya untuk mengalahkan inflasi.
Tetapi dengan kenaikan 13.5% tersebut appresiasi emas kemungkinan besarnya tidak akan memadai untuk membayar ongkos gadai bila Anda membiayai pembelian emas Anda melalui dana gadai seperti yang ramai di masyarakat akhir-akhir ini. Bila Anda membeli emas kemudian digadai, membeli kembali dan seterusnya kemungkinan besarnya ongkos gadai akan lebih besar dari apresiasi harga emas tersebut. Jangan lupa bahwa ketika Anda menjual emas Anda di pasaran manapun, Anda akan dikenakan harga beli oleh toko emas tersebut – jadi apresiasi riilnya bisa lebih rendah dari 13.5% tersebut – semakin jauh dari total ongkos gadai Anda (termasuk asuransi dlsb).
Dengan mengungkapkan fakta ini bukan berarti saya tidak setuju dengan gadai emas yang dikeluarkan oleh bank-bank syariah misalnya. Produk tersebut banyak kebaikannya karena melalui produk gadai ini emas yang biasanya hanya ditimbun, kini bisa menjadi modal likwid bak uang sesungguhnya di masyarakat. Tetapi realisasi dana gadai ini sebaiknya diarahkan untuk kegiatan produktif di masyarakat, modal perdagangan dlsb. Manfaatnya minimal ada dua yaitu yang pertama insyaAllah hasilnya mampu mengimbangi ongkos gadai, yang kedua emas Anda secara tidak langsung bermanfaat luas di masyarakat melalui putaran ekonomi yang riil. InsyaAllah !. (Muhaimin Iqbal, Gerai Dinar, 22 Februari 2011)