Hari-hari ini hampir seluruh media di dominasi berita tentang kunjungan presiden Amerika Barack Husein Obama, maka saya-pun tertarik untuk ikut menulisnya. Hanya fokus penulisan saya barangkali berbeda dengan media lain, karena saya ingin menulis seuatu yang tersirat dari kunjungan ini – karena yang tersurat sudah sangat banyak diberitakan oleh berbagai media tersebut diatas. Sesuatu yang tersirat ini terkait dari alasan fundamental yang mendasari kunjungan Obama ke Asia kali ini, yang dari sudut pandang ekonomi misi dia ini seperti memeras air dari batu atau dalam bahasa Inggris disebut squeeze water from the stone.
Ini untuk menggambarkan betapa berat tugas dia dalam urusan ekonomi ini. Batu yang sudah tidak ada airnya pun, dalam keputus-asaan-nya harus diperas untuk tetap menghasilkan air !. Keputus-asaan Amerika ini dapat dilihat dengan jelas pada grafik dibawah.
Grafik yang bersumber dari data IMF tersebut menggambarkan total akumulasi transaksi perdagangan negara-negara di Dunia antara tahun 1980 – 2008 (tahun 2008 adalah tahun awal kepemerintahan Obama). Grafik yang hijau menggambarkan negara-negara yang surplus, sedangkan yang coklat adalah yang akumulasi neraca perdagangannya deficit selama kurun waktu tersebut.
Nah sekarang kita lihat dimana posisi Amerika dalam neraca berdagangannya dibandingkan negara-negara lain di dunia ?. Mereka berada di daerah coklat yang paling pekat. Artinya Amerika adalah negara yang paling besar deficit-nya dibandingkan negara-negara lain di dunia, sementara negara yang menjadi lawan utamanya dalam perdagangan adalah China menjadi negara yang paling besar surplus-nya.
Lantas dimana Indonesia dalam neraca perdagangan-nya ?. Kita berada pada posisi pas-pas-an. Sebelum krisis 1997/1998 kita selalu mengalami neraca perdagangan yang deficit, dan hikmah dari kehancuran daya beli mata uang Rupiah kita sejak 1998 neraca perdagangan kita menjadi surplus.
Negara mitra perdagangan utama Amerika yang secara parabolik meningkat surplusnya beberapa tahun terakhir adalah China; Namun Amerika sangat sulit mengalahkan China atau menurunkan nilai deficit-nya dari perdagangan dengan China – karena seperti yang mereka tuduhkan – nilai tukar mata uang China yang sangat rendah – konon 40 % lebih rendah dari yang seharusnya. Yang terakhir inilah antara lain yang memicu currency war.
Yang sangat menarik adalah lantas berpaling kemana Amerika bila tidak berhasil membuat surplus atau bahkan mengurangi deficit dengan China ?. India dan Indonesia adalah dua negara yang paling logis untuk menjadi target pasar ekspor Amerika yang sangat besar. India dengan jumlah penduduk 1,189 juta dan Indonesia 235 juta, bila dijumlahkan menjadi 1,424 juta sudah menjadi potensi pasar yang lebih besar dari China yang berjumlah penduduk 1,338 juta !.
Bagi saya sangat jelas tersirat dari pidato Obama di Istana bersama presiden kita Pak SBY yang saya simak di televisi ketika dia (Obama) mengatakan bahwa negaranya akan meningkatkan ekspor-nya dua kali lipat. Pertanyaannya adalah ekspor kemana yang dia maksud dalam pidato tersebut ?, karena dia sedang di Indonesia – dan sebelumnya dari India, maka tentu yang dia maksud adalah antara lain ekspor ke Indonesia dan juga India.
Tetapi India sendiri sedang berusaha mati-matian untuk memperbaiki neraca perdagangan yang juga masih deficit. Indonesia meskipun bisa surplus sejak mengalami krisis moneter 1998, tentu juga tidak akan merelakan begitu saja 235 juta penduduknya menjadi target peningkatan pasar bagi ekspor produk-produk Amerika - paling tidak ini yang kita harapkan !.
Walhasil, meskipun dengan pesonanya yang luar biasa sebagai sumber berita – misi Obama kali ini – pastilah tidak mudah. Dia sedang berusaha memeras air dari batu..., dan kita tentu tidak ingin penduduk negeri ini diperas lagi – dengan produk-produk ekspor mereka...Semoga !. (Muhaimin Iqbal, Gerai Dinar, 10 November 2010)