Membaca tulisan saya tanggal 25 Februari 2011 lalu dengan judul “Daya Beli Uang Kertas Bisa Mendekati Angka Nol...”, seorang teman di Depkeu kirim email ke saya – menyatakan kesetujuannya bahwa redenominasi memang sudah waktunya dipikirkan serius di negeri ini. Beliau kemudian menyampaikan contoh masalah bahwa hutang R.I yang kini berada pada kisaran angka Rp 1,600 trilyun memerlukan 16 digit angka bila hendak ditulis dengan akurat. Saking banyaknya jumlah digit ini, di Microsoft excel-pun bila Anda ketikkan angka Rp 1,600,000,000,000,000 (seribu enam ratus trilyun) – maka angka ini otomatis akan diganti dengan angka 1.6E+15 (mungkin Microsoft beranggapan angka sebesar ini tidak make senseuntuk ditulis secara lengkap !). Dampaknya menurut teman tersebut adalah data hutang antara DepKeu dengan pemeriksaan BPKP menjadi sering tidak cocok, ya karena itu tadi angka-angka yang terlalu besar yang oleh komputer kemudian diubah otomatis menjadi angka dalam symbol...E+...
Dalam skala mikro, deterioriasi nilai Rupiah ini berdampak pada sense kita terhadap investasi pribadi jangka panjang; menjadi tidak mudah bagi kita untuk bisa menyimpulkan suatu investasi jangka panjang itu menguntungkan atau tidak. Karena yang paling banyak bentuk investasi jangka panjang yang dilakukan oleh masyarakat awam adalah investasi asuransi, maka untuk ilustrasi contoh kasus ini saya ambilkan dari investasi asuransi sebagai berikut :
Misalkan Anda mendapatkan penawaran asuransi dengan premi tunggal Rp 5 juta (saya ambil premi tunggal sebagai contoh – agar mudah diikuti). Kemudian disimulasikan oleh agen asuransi Anda bahwa setelah berjalan 10 tahun nanti hasil investasi Anda bisa mencapai Rp 18 juta, setelah 20 tahun bisa mencapai Rp 48 juta dan setelah 25 tahun bisa mencapai Rp 68 juta. Anggap saja proyeksi tersebut konservatif sehingga hasil seperti yang di scenario-kan agen ini benar-benar tercapai, menarik kah investasi seperti ini ?.
Sepintas lalu tentu menarik karena uang Rp 5 juta Anda akan bisa menjadi Rp 18 juta, Rp 48 juta atau bahkan Rp 68 juta. Masalahnya adalah, amat sangat sulit bagi kita untuk bisa membayangkan seperti apa kiranya nilai daya beli uang Rp 68 juta tersebut 25 tahun yang akan datang !. Untuk contoh kasus riil-nya dapat Anda lihat di tulisan saya sekitar tiga tahun lalu dengan judul “Mengapa Uang Kertas Tidak Bisa Dipakai Untuk Perencanaan Financial Jangka Panjang...?”.
Alhamdulillah umat ini sebenarnya punya standar uang yang baku atau hakim yang adil untuk muamalah jangka panjang sekalipun yaitu Dinar (koin emas seberat 1 mitsqal atau setara 4.25 gram). Berdasarkan hadits shahih dan statistik harga emas kontemporer-pun terbukti bahwa Dinar ini berdaya beli stabil sepanjang jaman. Satu Dinar cukup untuk membeli kambing kelas baik – memenuhi standar kambing qurban – lebih dari 1400 tahun lalu di jaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan kinipun 1 Dinar tetap cukup untuk membeli kambing yang baik untuk qurban. Meskipun nilainya terus naik, 1 Dinar tetap tidak cukup untuk membeli seekor sapi atau unta – sebaliknya 1 Dinar juga tidak pernah turun daya belinya sehingga hanya cukup untuk membeli ayam misalnya.
Karena daya beli atau nilainya yang stabil tersebut, Dinar dapat menjadi hakim atau timbangan yang adil untuk menimbang apakah suatu investasi jangka panjang itu layak atau tidak. Maka melalui pendekatan yang sederhana saya gunakan harga Dinar untuk contoh penilaian layak atau tidak-nya sebuah penawaran investasi seperti dalam kasus penawaran asuransi tersebut diatas. Untuk ini saya gunakan aplikasi Excel 2003 untuk analisa sederhana dan worksheetnya bisa di download dari sini.
Analisa ini hanya menggunakan dua tabel, Tabel 1 saya sebut sebagai tabel sensitivitas harga Dinar – karena kita tidak tahu pasti nilai penurunan daya beli Rupiah terhadap Dinar ( atau apresiasi nilai Dinar terhadap Rupiah) sekian tahun yang akan datang. Yang kita tahu adalah bahwa di masa lalu apresiasi ini pernah mencapai lebih dari 30% (2008), namun bisa juga hanya di kisaran 10 % bila nilai tukar Rupiah terus menguat seperti tahun ini misalnya. Maka untuk amannya saya buat range apresiasi harga Dinar berada di antara 10% s/d 30%. Di kolom rentang waktu investasi saya buat tiga alternatif saja yaitu 10 tahun, 20 tahun dan 25 tahun (angka-angka ini bisa Anda ubah sendiri).
Setelah kita menentukan range parameter rata-rata apresiasi, rentang waktu investasi dan asumsi harga Dinar saat ini (Rp 1,750,000,- ), maka masing-masing cell di tabel 1 tersebut dapat Anda isi secara manual dengan formula harga Dinar tahun ke x = harga sekarang * (1+apresiasi)^tahun x . Atau kalau Anda familiar dengan pengolahan data excel pengisiancells ini bisa Anda lakukan secara otomatis dengan menggunakan data tabel – cara kedua ini yang saya lakukan karena lebih efisien terutama bila kita mempunya alternatif data yang banyak.
Setelah tabel 1 terisi, Dengan mudah Anda menjadi tahu estimasi harga Dinar pada tahun ke x dari sekarang bila apresiasi rata-ratanya y. Bila rata-rata apresiasi tahunannya 20 %, harga Dinar 10 tahun y.a.d. misalnya menjadi Rp 10,835,539. Dari tabel 1 ini pula kemudian Anda bisa buat tabel 2 yang mengkonversikan hasil investasi yang ditawarkan oleh agen asuransi Anda tersebut diatas ke nilai setara Dinar untuk berbagai kemungkinan waktu dan tingkat apresiasi harga Dinar rata-rata per tahun.
Premi tunggal yang Rp 5,000,000 tahun ini setara dengan 2.86 Dinar, bila apresiasi harga Dinar rata-rata tahunan hanya 10%, maka produk asuransi tersebut menjadikan Dinar Anda 3.97 Dinar pada tahun ke 10, menjadi 4.08 Dinar pada tahun ke 20 dan menjadi 3.59 Dinar pada tahun ke 25. Artinya dari timbangan Dinar produk asuransi tersebut masih bisa diterima bila apresiasi harga Dinar hanya 10% per tahun tersebut.
Bila harga Dinar mengalami appresiasi rata-rata 15% per tahun saja, maka premi setara 2.86 Dinar tahun ini, tinggal 2.54 Dinar 10 tahun y.a.d; tinggal 1,68 Dinar 20 tahun y.a.d dan tinggal 1.18 Dinar 25 tahun y.a.d. Bila apresiasi Dinar mencapai rata-rata 20% seperti yang terjadi selama ini, maka nilai premi tunggal setara 2.86 Dinar yang Anda bayarkan tahun ini, tinggal setara 0.41 Dinar 25 tahun y.a.d . Perhatikan sekarang bahwa meskipun dalam angka Rupiah investasi Anda bisa saja melonjak dari Rp 5 juta ke angka Rp 68 juta atau naik 1,260 % dalam 25 tahun, daya beli riilnya terhadap kambing (Dinar) bisa tinggal 14%-nya saja dalam rentang waktu tersebut.
Selanjutnya silahkan ber-exercise sendiri dengan mengubah asumsi-asumsi yang ada dicells kuning sehingga Anda bisa melihat hasil investasi jangka panjang Anda secara lebih akurat dan adil berdasarkan daya beli riilnya – bukan sekedar angka nominalnya. InsyaAllah. (Muhaimin Iqbal, Gerai Dinar, 14 Maret 2011)