Tahun 80-an ada film seri boneka yang sangat terkenal di TVRI yaitu Si Unyil. Selain tokoh-tokohnya yang terkenal seperti Si Unyil sendiri dan teman-temannya, ada tokoh lain yang kemudian sampai kini melahirkan sebuah ‘profesi’ tersendiri di masyarakat yaitu yang disebut Pak Ogah.
Disebut Pak Ogah karena setiap kali ada pekerjaan dia menghindar dengan bahasanya yang khas “Ogah aah...”. Pak Ogah ini kemudian pekerjaannya nongkrong di gardu dan suka meminta uang kepada anak-anak yang lewat dengan ucapannya “Cepek Den...”. Cepek yang berarti uang Seratus Rupiah, di tahun 80-an adalah uang yang cukup berharga – nilainya kurang lebih setara dengan 1/1000 (1 per mil) Dinar. Pada dasawarsa tersebut Cepek adalah uang receh terkecil yang paling mudah di dapat.
Kemudian ketika tahun 80-an akhir mulai ada anak-anak muda ‘kreatif’ , yang pekerjaannya ‘njagain’ putaran-putaran jalan; belokan atau persimpangan yang tidak di jaga polisi, lokasi jalan rusak dan lain sebagainya dimana pengemudi harus melambatkan kendaraannya – maka ‘profesi’ anak-anak muda tersebut secara umum disebut Pak Ogah. Entah siapa yang mulai menyebutnya demikian, tetapi yang jelas pastilah tokoh Pak Ogah dalam film si Unyil yang meng-‘ilhami’ masyarakat untuk menyebutnya sebagai Pak Ogah untuk jenis pekerjaan ini.
Kini 20-30 tahun kemudian, profesi tersebut merajalela di seantero negeri. Sebagian keberadaannya sangat dibutuhkan, misalnya ada jalan yang hanya bisa dilalui satu kendaraan – anak-anak muda ini kreatif mengaturnya agar kendaraan yang lewat dapat bergantian. Sebagian lain sangat mengganggu, misalnya di jalan raya besar antar provinsi – dipasangi drum di tengah jalan agar orang melambatkan kendaraannya – kemudian dimintain uang.
Yang kemudian juga menarik untuk kita ambil pelajaran adalah ‘tarif’ mereka-mereka ini. Tarif atas pekerjaan mereka ini tidak ditentukan oleh mereka sendiri, tetapi oleh satuan mata uang terkecil yang paling mudah di peroleh. Mengapa demikian ?, karena pengguna jalan pada dasarnya enggan mengeluarkan biaya seperti ini – maka uang receh terkecil yang ada di mobil-lah yang paling umum diberikan.
Bila tahun 80-an tarif mereka Cepek karena uang receh terkecil yang paling mudah diperoleh saat itu adalah pecahan koin Rp 100,- ; kini pecahan uang Rupiah yang paling mudah diperoleh sudah beranjak antara Rp 1.000,- sampai Rp 2.000,-.
Hampir setiap hari saya berkendara dari Depok ke Cibubur yang jarak tempuhnya kurang dari 10 km, sekali jalan saya harus menyiapkan minimal 3 uang receh untuk para Pak Ogah di jalan-jalan yang saya lalui. Karena uang Rp 1.000,- an semakin sulit di peroleh ; maka sering-sering uang Rp 2.000,- lah yang kita berikan untuk mereka. Ini berarti tarif rata-rata mereka kini adalah Rp 1.500,- atau tetap sekitar 1/1000 (atau 1 per mil) Dinar .
Inilah fakta itu, bahwa tarif untuk Pak Ogah-pun secara otomatis menyesuaikan dengan inflasi uang fiat. Bila sejak akhir 80-an hingga kini tarif rata-rata Pak Ogah telah naik 15 kalinya (dari rata-rata Rp 100,- ke rata-rata Rp 1.500,-) dalam uang fiat Rupiah; dalam Dinar konversinya tetap kurang lebih setara 1/1000 (atau 1 per mil) Dinar.
Apa makna angka-angka ini pada biaya hidup kita ?. Bukan hanya ongkos untuk Pak Ogah yang naik 15 kalinya sejak akhir 80-an hingga kini; tetapi seluruh biaya hidup kita sehari-hari kurang lebih mengalami kenaikan seperti ini.
Bila pengelolaan dana jangka panjang kita seperti dana pensiun, tunjangan hari tua dlsb. tidak bisa tumbuh melebihi inflasi tersebut – maka pastilah beban hidup akan terasa semakin berat pada saat kita pensiun. Generasi yang mulai bekerja di masa kejayaan ‘Si Unyil’ tersebut diatas, saat ini sudah banyak yang mulai memasuki usia pensiun – beban berat dampak inflasi itu kini begitu nyata...!
Agar beban hidup tidak semakin berat ketika kita pensiun, berikut langkah-langkah yang bisa Anda rencanakan dan aplikasikan sedini mungkin.
· Semaksimal mungkin tabungan jangka panjang Anda terkelola dalam unit yang bebas pengaruh inflasi atau unit dengan proteksi nilai. Dinar adalah salah satunya, barang dagangan sektor riil bila Anda bisa berdagang, sawah – ladang, pohon, ternak dlsb. bila Anda bisa bertani/berternak dst.
· Persiapkan diri Anda untuk bisa tetap bekerja di usia pensiun atau pasca pekerjaan Anda yang sekarang.
· Pilih hobi-hobi yang kiranya bisa diproduktifkan sehingga Anda bisa tetap produktif namun juga dapat menikmati pekerjaan hari tua Anda.
· Bangun kompetensi secara maksimal atas bidang yang Anda minati tersebut.
· Bangun jaringan sosial yang menunjang – agar Anda tidak sendirian berjuang untuk masa depan ini.
· Bila perlu cari mentor yang sudah lebih dahulu terjun dibidang yang Anda minati.
Dan yang tidak kalah pentingnya sering-sering berdoa; antara lain dengan do’a yang ada di penggalan do’a khatam Al-Quran : “Allhummaj’al khaira ‘umry aakhirahu wa khaira ‘amaly khawaatimahu wa khaira ayyaami yauma alqooka fiih” yang artinya , “Ya Allah jadikanlah yang terbaik dari umurku adalah akhirnya, dan yang terbaik dari amal perbuatanku adalah penutupnya, dan yang terbaik dari hariku adalah hari ketika aku bertemu denganMu.” (Muhaimin Iqbal, Gerai Dinar, 5 Juli 2010)