Perintah menegakkan timbangan diulang-ulang di beberapa ayat di Al-Quran untuk menekankan pentingnya berbuat adil dalam muamalah maupun dalam seluruh aspek kehidupan kita. Lantas bisakah kita menimbang secara adil bila timbangannya itu sendiri bias dalam nilai ?. Bila timbangannya sendiri dari waktu ke waktu menyusut daya belinya ?. Pastinya tidak akan mudah, ambil contoh kasus berikut supaya masalah ini bisa lebih mudah dipahami.
A dan B sepakat untuk kerjasama usaha warung makan, A sebagai pemodal (shahibul mal) dan B sebagai pelaksananya ( mudharib). Mereka mulai usaha Januari 2008 dengan modal Rp 500 juta. Setelah tiga tahun berlalu, setiap akhir tahun B memberikan laporan keuntungan bersih 20 % (Rp 100 juta) atas usaha bersama ini, yang kemudian dibagi berdua @ Rp 50 juta. Adilkah muamalah ini ?. Dengan timbangan Rupiah nampaknya sudah adil, namun mari kita coba lihat dengan kacamata yang lain – kita gunakan benda riil kambing misalnya - untuk menimbang modal dan bagi hasilnya.
Rp 500 juta awal tahun 2008 setara dengan 429 ekor kambing kelas baik untuk qurban. Sekarang kita lihat bagi hasilnya berturut turut Desember 2008 Rp 50 juta setara 39 ekor kambing, Desember 2009 Rp 50 juta setara 34 ekor kambing dan Desember 2010 Rp 50 juta setara 29 ekor kambing. Selain bagi hasil ini, modal si A harusnya utuh Rp 500 juta yang pada Desember 2010 setara 286 ekor kambing. Usaha ini bisa berkelanjutan demikian, tetapi modal si A bila dikonversikan dengan satuan kambing makin lama akan makin mengecil.
Bila ditotal modal dan bagi hasil yang diterima oleh si A dalam tiga tahun saja, secara keseluruhan nilainya pada akhir 2010 setara dengan 388 ekor kambing. Lho kok lebih rendah dari modal awal tiga tahun lalu yang setara 429 ekor kambing ?. Inilah ilusi yang terjadi sebagai akibat dari penggunaan timbangan uang kertas yang tidak adil itu. Anda sudah merasa berinvestasi dengan bagi hasil bersih rata-rata 10% pertahun – yang menurut kacamata Rupiah mestinya menjadi investasi yang lumayan baik, namun dengan kacamata benda riil asset Anda sesungguhnya bukannya bertambah tetapi berkurang.
Proses yang sama terjadi pada seluruh penabung yang menabung dalam Rupiah dan mendapat bagi hasil dalam Rupiah, yang membayar premi asuransi dalam Rupiah atau Dollar dan menerima pencairannya sekian tahun kemudian dalam Rupiah atau Dollar, yang menyisihkan sebagian gajinya untuk dana pensiun dan menerima haknya sekian puluh tahun kemudian ketika pensiun. Angka-angka di tabungan, nilai tunai asuransi ataupun dana pensiun terus menggelembung - namun daya belinya terhadap benda-benda riil terus menyusut.
Lantas apakah solusinya terus rame-rame pindah ke kambing atau Dinar ?, tidak juga demikian. Seluruh sektor riil yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia, insyaAllah baik untuk menjadi solusi investasi Anda. Hanya saja timbangannya ketika Anda investasi di sektor riil tersebut, hendaknya juga benda riil dan bukan lagi uang kertas yang menyusut nilainya.
Bagaimana aplikasinya ?. Bila Anda bermitra untuk berdagang beras misalnya, maka jumlah beras ini yang idealnya menjadi timbangannya bila memungkinkan. Namun kalau hal ini juga belum menjadi solusi karena tidak semua sektor riil mudah di kwantifisir dengan barang dagangannya sendiri, Anda dapat gunakan emas atau Dinar sebagai timbangan atau unit of account-nya. ?. Mengapa emas atau Dinar ?. Pertama karena emas atau Dinar adalah benda riil yang selalu bisa di terima oleh peradaban manusia dimanapun dan kapan-pun, yang kedua standar informasi harga emas atau Dinar yang easily available – juga dimanapun dan kapanpun, dan yang ketiga ada bukti yang shahih lebih dari 1400 tahun bahwa daya beli emas atau Dinar ini baku sepanjang masa.
Ilusi investasi tersebut diatas sesungguhnya tidak hanya dialami oleh individu tetapi juga dialami oleh korporasi. Perusahaan-perusahaan yang pertumbuhan penghasilan dan asset bersihnya tidak bisa mengimbangi kenaikan harga-harga komoditi riil ( bukan hanya angka inflasi umum yang rata-ratanya dikisaran 6.8% per tahun selama 5 tahun terakhir, tetapi jugainflasi bahan pangan yang rata-ratanya sampai 12 % per tahun untuk periode yang sama) , pasti akan mengalami penyusutan asset bila disetarakan dengan komoditi riil. Bila Anda bekerja di dalam perusahaan semacam ini, Andapun akan terkena getahnya yaitu kenaikan gaji yang tidak bisa mengimbangi angka inflasi – khususnya inflasi bahan pangan.
Untuk membantu perusahaan Anda menjadi high growth company sehingga mampu memakmurkan orang-orang yang bekerja didalamnya, kami telah mengembangkan model sederhana untuk corporate planning berbasis emas atau Dinar. Saat ini solusi tersebut terdiri dari :
· Financial Modeling
· Forecasting
· Financial Analysis
· Sensitivity Analysis
· Scenario Analysis
· J-Curve Analysis
· NPV, MIRR, Payback Period
· Dll.
Karena semua modeling, forecasting dan berbagai analysis yang kami kembangkan tersebut menggunakan emas atau Dinar sebagai dasarnya, insyaAllah Anda akan bisa membedakan mana keputusan investasi perusahaan Anda yang benar-benar menjadi solusi, dan mana investasi yang hanya memberikan ilusi.
Contoh screen shot analysis yang kami buat dengan fasilitas Excel 2007 ini dapat dilihat pada dua grafik dibawah. Agak terlalu njlimet bila saya ulas disini, namun bagi Anda yang day today-nya terlibat dalam keputusan investasi di perusahaan Anda, atau bagi kalangan akademisi yang tertarik mendalami Dinar/Gold Based Financial Modeling, Forecasting and Analysis ini , saya bersedia meluangkan waktu untuk share dengan Anda secara mendetil.
Yang Anda perlukan untuk ini hanyalah aplikasi Excel 2007 yang di-install lengkap add-ins – nya (versi sebelum atau sesudahnya mungkin juga bisa, hanya belum saya coba saja) , pengetahuan dasar penggunaan excel dan sedikit pengetahuan tentang istilah-istilah atau konsep-konsep keuangan seperi NPV, Payback, IRR, MIRR, WACC dan sejenisnya yang mudah dipelajari sambil jalan.
Siapa tahu dengan sedikit pengetahuan dibidang ini bisa membawa perusahaan Anda tumbuh mengalahkan inflasi bahan pangan sekalipun, sehingga orang-orang yang bekerja didalamnya juga mengalami peningkatan kemakmuran yang sesungguhnya – bukan hanya ilusi. Amin. (Muhaimin Iqbal, Gerai Dinar, 1 Maret 2011)