Kabar baik bagi kita adalah dari seluruh emas yang telah ditambang di muka bumi yakni sekitar 150.000 – 160.000 ton, 70% – 90% dikuasai swasta, termasuk individu/ perorangan. World Gold Council menyebut angka sekitar 100.000 ton emas dikuasai swasta, pada 2005. Sementara sisanya dikuasai oleh 109 negara sebagai cadangan di bank sentral-nya. Laporan lembaga yang sama pada September 2010 menyebutkan jumlahnya sekitar 27.000 ton.
Sebagaimana tulisan pada bagian pertama pekan lalu, penguasaan mayoritas stok emas dunia oleh non-pemerintahan ini adalah salah satu sebab mengapa kembalinya gold-standard sebagaimana era Bretton Woods diprediksi sulit terwujud. Menurut Martin Wolf, analis ekonomi senior The Financial Times, proses akuisisi emas masyarakat ini akan memakan berbagai macam biaya yang luar biasa dan bisa menimbulkan kekacauan.
Jauh lebih mungkin, jika saatnya tiba, terjadi pertukaran langsung emas-emas simpanan masyarakat untuk transaksi sehari-hari. Jumlah 100.000 ton yang beredar adalah jumlah yang sangat banyak. Seandainya pun tak dalam bentuk koin yang standard, masyarakat cukup menggunakan emas dalam bentuk apapun, disertai timbangan untuk pengukur berat. Praktek ini sebagaimana jaman awal Rasulullah SAW bertransaksi menggunakan emas, alat transaksinya adalah emas dalam berbagai bentuk (koin, lempengan/ tibr) dan telah mencukupi.
Kita tahu, emas adalah bahasa transaksi universal. Kita pernah bahas sebelumnya, salah satu item survival kit pilot tempur Amerika adalah sepotong emas. Kawan saya Ahmad Gozali, ketika sesi workshop investasi emas sering menyampaikan penggalan sebuah film dengan setting di sebuah negara komunis. Prajurit Amerika yang perlu tumpangan tak bisa membayarnya dengan US Dollar karena penduduk setempat tak tertarik mata uang asing itu. Tapi deal terjadi setelah si agen bersedia membayarnya dengan jam tangan terkenal berlapis emas.
Selama 1500 tahun kejayaan Islam menerangi bumi, ekonomi kekhalifahan berada di standar yang sangat tinggi. Bahkan menjelang rapuh dan runtuhnya kekhalifahan Turki Ustmani sekalipun, indeks harga dan kesejahteraan warga negaranya masih lebih baik dari Inggris yang berdiri sejaman.
Kemanapun reformasi moneter ini membawa nanti, kita perlu bersiap diri dari kini. Perhatikan grafik 10 besar penguasa emas dunia pada gambar. Dari 10 negara yang memiliki cadangan emas terbesar, hanya 3 negara yaitu China, Rusia dan Amerika sendiri yang juga merupakan 10 besar negara penghasil emas. Selebihnya adalah negara-negara barat non-produsen emas, yang dengan disiplin dan kesadaran penuh, mereka tahu tapi diam-diam saja, justru menyimpan harta hakiki itu dalam dekapan negaranya, meskipun dalam keseharian mereka terlihat sibuk mengkampanyekan anti-gold standard.
Dari grafik, kita juga bisa menyimpulkan satu hal yakni kecilnya kesadaran negara-negara penghasil emas utama untuk mempertahankan emas yang ditambang dan diolah di negaranya sendiri, sehingga tak cukup menyimpan untuk pertahanan ekonomi negaranya. Mereka memilih untuk menjadi penambang dan eksportir, tapi tak menjadikan emas sebagai cadangan ekonomi negaranya, kecuali sedikit saja.
Negeri ini seharusnya memberi penghargaan kepada masyarakat yang secara individual berupaya menyimpan emas di rumah tangganya masing-masing, yang jika dijumlahkan akan menghasilkan angka simpanan emas yang sangat besar dan mengindikasikan ketahanan ekonomi riil masyarakat Indonesia. Seandainya warga negara yang hidup di atas ambang kemiskinan (artinya secara ekonomi cukup mampu) yaitu 70% dari total penduduk Indonesia memiliki 1 gram emas, maka jumlah emas minimal yang dimiliki rakyat Indonesia berjumlah 168 ton. Angka ini telah 2 kali lipat lebih dibanding cadangan emas yang dimiliki bank sentral.
Seandainya 1 orang menguasai 1 Dinar (emas dengan berat 4.25 gram), maka cadangan emas yang berada di kantung masyarakat Indonesia berjumlah 714 ton. Dijumlahkan dengan cadangan devisa Bank Indonesia yang sekitar 75 ton, maka Indonesia akan berada di posisi ke-8 penyimpan emas mengalahkan Jepang.
Sosialisasi penguasaan emas ke tangan masyarakat ini, bagi saya pribadi, adalah upaya pertahanan sekaligus persiapan menyongsong masa depan. Pertahanan untuk melindungi harta dan asset masyarakat. Persiapan masa depan untuk sebuah reformasi (mungkin juga revolusi, gerakan perubahan radikal) sistem moneter dunia dengan medium emas, juga perak. Seluruh negara dan masyarakat negara lain, secara terbuka maupun diam-diam melakukannya dengan penuh kesadaran. Sebagai negara dengan cadangan emas melimpah, mengapa kita tidak melakukan hal serupa?
Dengan jumlah cadangan emas yang memadai, ekonomi negeri kita punya sandaran hakiki, layak adu tanding dengan dengan negara-negara ekonomi kuat lainnya. Ini jadi modal yang cukup untuk menopang prediksi banyak riset yang menunjukkan Indonesia akan berada dalam posisi 10 besar ekonomi terkuat dunia pada 2020 dan 5 besar pada 2030.
Wallahua’lam
(Endy J Kurniawan, 27 September 2011)