*) SEBUAH CATATAN DARI ‘ASEAN JEWELLERY EXPO 2011’
Slide pertama di presentasi pengenalan investasi emas saya selalu tentang : EMAS, INVESTASI ATAU PROTEKSI ASET?
Di situ saya tampilkan data harga emas, tepatnya Dinar, dan kenaikan valuenya saat ini, mengambil contoh kasus seorang rekan yang memutuskan menginvestasikan sekitar 1/3 dana pesangon pensiun dininya ke dalam bentuk emas.
Waktu itu, November 2008, total dana yang ia investasikan berjumlah Rp 60.000.000 ketika Dinar masih senilai Rp 1.200.000 per kepingnya. Saat ini, jumlah Dinar yang sama telah bernilai Rp 90.000.000
Jika anak pertamanya perlu dana masuk sekolah SD dengan biaya Rp 10.000.000 saat ini dia cukup melepas 5 keping Dinar miliknya. Sisa 45 keping Dinar yang ada bernilai Rp 81.000.000, atau sekitar 20.000.000 lebih besar dari nilai investasinya yang pertama.
Luar biasa. Dengan jumlah Dinar yang telah terkurangi, value dalam rupiahnya masih jauh lebih tinggi dibanding 3 tahun lalu.
Selain untuk ‘menggelitik’ juga mengacak-acak cara pandang audiens tentang konsep investasi, slide pertama itu juga bertujuan untuk mendemokratisasi jalannya seminar atau pelatihan. Siapapun yang ingin memandang emas sebagai proteksi asset benar adanya. Karena memang jumlah emasnya tak bertambah, hanya value-nya jika dinilai dengan Rp maupun $ melejit tinggi.
Kalau deposito $ yang memberi hasil 2% saja masih sering disebut investasi, mengapa emas tidak?
Demikian juga tanah/ lahan menganggur yang memberi kenaikan nilai 15% per tahun saja disebut investasi, mengapa emas tidak? Padahal tanahnya juga ‘segitu-gitu’ aja, tak bertambah lebar atau tinggi.
Dipandang dari sisi investasi pun silakan saja. Karena jika satuan hitungnya adalah uang kertas, emas memberi return tak tanggung-tanggung, hingga 25% per tahun.
Emas jadi investasi karena ada uang kertas yang telah membuat emas terus makin mahal. Dua tahun terakhir, dalam $, emas telah lebih mahal 39%. Dalam Rp, emas ‘hanya’ lebih mahal 28%. Pendorong maupun penarik harga emas naik-turun bukan hanya faktor fundamental yang mempengaruhi suplai dan permintaannya, melainkan juga kondisi mata uang dunia yang dimotori USD. Sehingga dikenal ungkapan “Gold is The Really Anti-Currency”. Apa yang menimpa mata uang, demikian sebaliknya yang terjadi pada nilai emas.
***
Pekan lalu, saya diminta menjadi pembicara di panggung utama event “ASEAN JEWELLERY EXPO 2011” dengan topik Investasi Emas untuk Semua – sebuah ajang, yang menurut salah satu organizernya, disediakan untuk sarana belanja para ibu negara dan istri para delegasi yang sedang mengikuti KTT ASEAN di Jakarta.
Minat masyarakat begitu besarnya, terutama pada investasi emas batangan Logam Mulia, sehingga antrian di stand Antam membuat acara seolah terbelah dua : kunjungan pada stand emas perhiasan yang memakan sebagian besar space ruang pameran, dengan stand Antam yang relatif kecil tetapi menyedot panjang sekali antrian.
Satu hal yang perlu disyukuri adalah animo masyarakat, termasuk generasi yang masih muda belia, untuk menyelamatkan asetnya dalam bentuk emas. Komoditi yang hakiki yang membuat simpanan kita tetap punya daya beli.
Ketika slide presentasi yang sama saya tampilkan, saya menanyakan kembali : “EMAS, INVESTASI ATAU PROTEKSI ASET” ? Dua kubu jumlah anggukannya sama. Jadi silakan emas dipandang sebagai apa.
Juga Dinar, sebutlah ia apapun. Alat tukar belum resmi, alat tukar di pasar temporer, medium transaksi, alat tukar kedua setelah Rupiah, penyimpan asset, pelindung harta dari inflasi, maupun investasi. Semuanya ‘masuk’.
Kisah teman saya diatas tetap valid menjadi referensi. Alokasi dana dalam Dinar emas memberinya benefit, lebih dari berbagai jenis investasi yang ditawarkan padanya.
Selamat berproteksi. Tak nyaman? Selamat berinvestasi.
(Endy J Kurniawan, 15 Mei 2011)