Berita mengenai meninggalnya 6 orang bersaudara karena makan tiwul beracun yang saya kutip dalam tulisan saya kemarin (04/01/11) terus mengusik saya sepanjang hari. Saya sempatkan berpikir serius dan diskusi denga beberapa pihak, bagaimana bisa mengatasi hal ini ?. Mengapa kita selalu terlambat, baru diributkan setelah ada korban jatuh ?. Mengapa kita tidak bisa proaktif mendeteksi masalah seserius ini sebelum terjadi korban ?. Dimana para wakil kita, juga para pemimpin kita yang berjanji mengentaskan kemiskinan dalam kampanye-kampanye pemilihan mereka ?.
Hampir semua yang saya ajak bicara mempunyai argumen sendiri, tetapi intinya senada. Yaitu kemiskinan akan selalu ada, dan di negeri yang begitu luas, diantara penduduk yang 240 –an juta – rasanya tidak mungkin bisa mengetahui kondisinya semua setiap saat. Tidak ada cara untuk mengumpulkan data yang begitu akurat, yang bisa mendeteksi kalau ada satu dua orang di negeri ini yang tidak bisa makan. Dan berbagai excuse lainnya, yang semuanya tidak bisa menghibur kegelisahan saya.
Lantas saya berusaha mencari solusi masalah ini – dengan teknologi terkini – yaitu melakukan searching di internet dengan search engine paling popular Google, sekedar pingin tahu seperti apa yang dilakukan orang di benua lain, juga dijaman lain dalam mengatasi kelaparan ini ?. Subhanallah, jawaban itu ada di depan mata dari dua sumber sekaligus !.
Sumber pertama adalah dari ajaran junjungan kita sendiri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits : dari Anas Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Artinya : Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba itu beriman, sehingga dia mencintai tetangganya -atau berkata : saudaranya- sebagaimana dia mencintai dirinya". Juga ada hadits lain lagi yag artinya “Tidaklah disebut mukmin orang yang kenyang sedangkan tetangga di sampingnya kelaparan".
Sumber kedua adalah inspirasi dari salah satu produk Google sendiri yaitu Google Earth. Dengan Google Earth ini, benda mati saja seperti rumah atau bahkan mobil Anda yang sedang parkir di halaman – dapat diketahui lokasi tepatnya dari manapun posisi Anda di dunia. Teknologi satelit yang digunakan memungkinkannya memetakan setiap jengkal tanah di bumi dengan relatif akurat. Bahkan kini ada profesi baru seperti gambar dibawah, dimana Anda bisa bersepeda keliling kota atau desa dan dibayar pula oleh Google – untuk sekedar memancarkan gambar situasi mutakhir dari jalan-jalan yang Anda lalui.
Apa hubungannya teknologi Google Earth tersebut dengan upaya menghilangkan kelaparan dari bumi ini ?. Dengan teknologi yang ada sekarang, kita tidak bisa excuse lagi dengan jumlah penduduk yang sangat banyak atau dengan wilayah yang amat luas – semuanya sangat mungkin dideteksi keberadaanya, situasinya dan hal-hal lain yang terkait dengan objek yang ingin diketahui.
Apakah dengan demikian kita akan butuh teknologi satelit yang mahal seperti yang digunakan oleh Google Earth ?, tidak juga harus demikian. Cukup inspirasinya saja yang kita gunakan. Yang perlu kita berdaya gunakan adalah ‘satelit-satelit’ dari ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits tersebut diatas – yaitu yang disebut tetangga !.
Bila kita bisa menemukan dua atau tiga orang mukmin disetiap 160 rumah saja, maka di seluruh bumi ini tidak akan ada lagi yang kelaparan. Mengapa demikian ?, perhatikan hadits tersebut diatas khususnya kata-kata “Tidaklah disebut mukmin orang yang kenyang sedangkan tetangga di sampingnya kelaparan". Menurut jumhur ulama yang disebut tetangga adalah 40 rumah ke kanan, kiri , depan dan belakang – jadi totalnya 160 rumah.
Latas bagaimana mengamalkan hadits tersebut di era teknologi sekarang ini, di era manusia hidup dengan individualisme-nya dimana satu dua rumah – kiri kanan depan belakang saja belum tentu kita kenal – apalagi 4 x 40 rumah ?.
Justru disinilah bukti kebenaran ajaran agama akhir jaman ini, selalu bisa up to date dan match dengan segala macam kemajuan zaman. Kalau kita bisa membuat sebuah platform dengan inspirasi dari Google Earth (untuk mengambil pelajaran bahwa tidak ada sejengkal tanah-pun di bumi yang tidak terpetakan), dari Wikipedia (untuk mengambil idenya jutaan orang lintas agama, bangsa dan bahasa bekerja tanpa dibayar sekedar untuk berbagi ilmu untuk kemanusiaan) dan dari Facebook (untuk inspirasi terbangunnya jejaring social – dimana orang saling mengenal satu sama lain – seperti kita hidup di desa di jaman dulu) – maka dengan teknologi yang ada di jaman ini, sungguh sangat –sangat mungkin untuk mendeteksi adanya kelaparan di satu rumah – dimanapun di belahan dunia ini.
Mengapa butuh 2 – 3 orang mukmin di setiap 160 rumah ?. Ini untuk menggantikan fungsi satelitnya Google Earth. Bila ada 3 orang, maka orang pertama yang akan bertindak sebagai reporter adanya (potensi) kelaparan – mereka bisa melaporkan ini via sms, internet dlsb. ke suatu system yang sementara ini kita sebut saja Food For All (FFA) Project.
Orang kedua akan bertindak sebagai verifier – yang memverifikasi bahwa (potensi) kelaparan tersebut memang benar adanya. Dan orang ketiga akan bertindak sebagai distributor yang akan menyalurban bantuan. Orang pertama bisa bersifat anonym – karena akan dimungkinkan orang yang (berpotensi) kelaparan itu sendiri yang melaporkan situasinya. Orang kedua dan ketiga adalah well identified person – yaitu para sukarelawan yang identitasnya jelas (yang bisa di saring dari jejaring social yang ada) – keduanya diperlukan agar ada check and balance.
Bagaimana kita akan yakin bahwa data-data (potensi) kelaparan ini nantinya akan akurat ?, lagi-lagi kita tidak perlu re-invent the wheel karena teknik-teknik verifikasi ini sudah dengan sangat akurat dilakukan di Wikileaks. Verifikasi data (potensi) kelaparan insyaAllah akan jauh lebih sederhana dan lebih mudah ketimbang verifikasi data-data intelligence seperti yang dilakukan oleh Wikileaks.
Lantas darimana dana untuk membantu orang-orang yang (berpotensi) kelaparan ini ?. Disinilah system fardhu kifayah jalan . Bila ada (potensi) kelaparan di satu daerah – idealnya diatasi oleh orang-orang yang berkecukupan di daerah tersebut. Namun bila tidak cukup diatasi oleh sumber dana setempat, maka terus melebar sampai umat yang mampu di belahan dunia manapun bisa terlibat membantunya.
Dari mana umat di belahan dunia lain bisa tahu kalau ada (potensi) kelaparan di suatu daerah ?; yaitu tadi dari laporan orang pertama (atau laporan anonym) yang sudah diverifikasi orang kedua, namun tidak sepenuhnya bisa diatasi oleh orang ketiga. Begitu seterusnya system ini berjalan – sampai tidak ada lagi kelaparan dimuka bumi ini. Allah menjamin kecukupan rizki bagi seluruh makhluk-nya, kalau sampai ada yang tidak dapat ini pasti karena adanya kedzaliman dalam distribusinya.
Mungkinkah system semacam ini dibuat ?, sangat-sangat mungkin – peluang bisa dibuatnya sama dengan peluang bisa dibuatnya Google, Wikipedia, Wikileaks dan Facebook yang semuanya sudah direalisir oleh orang lain dengan berbagai motif-nya.
Yang diperlukan hanya beberapa anak-anak muda cerdas negeri ini, yang mau bekerja keras dengan motif yang lebih mulia dari sekedar uang dan ketenaran – motifnya adalah melaksanakan perintah untuk memberi makan sehingga seluruh pendududuk bumi mendapatkan makanan yang diperlukannya. Dahulu situasi seperti ini pernah tercapai di zaman dan di wilayah Kekhalifahan Umar Bin Abdul Aziz, siapa tahu di zaman ini kita bisa mengulangnya kembali dengan sarana teknologi.
Tidak hanya masyarakat awam seperti kita yang akan diuntungkan dengan adanya system ini, tetapi para wakil rakyat akan dapat dengan mudah memantau (potensi) kelaparan di daerahnya masing-masing, para petinggi negeri bisa menyusun program yang akurat untuk mengatasi kantong-kantong kemiskinan, para dermawan dapat menyalurkan dananya secara akurat dan transparent langsung ke daerah-daerah yang membutuhkan dlsb.dlsb.
InsyaAllah akan ada sekian ribu orang yang akan membaca tulisan ini, maka ibarat bermain bola – saya sudah melakukan tendangan awal ini – siapa tahu Andalah salah satunya yang akan ikut menendang bola ini selanjutnya sampai benar-benar Goal !. InsyaAllah.(Muhaimin Iqbal, owner geraidinar.com, 5 Januari 2011)