Dinar dan Dirham



Dinar dan Dirham
Dinar adalah mata uang berupa koin yang terbuat dari emas dengan kadar 22 karat (91,7 %) dan berat 4,25 gram. Dirham adalah mata uang yang terbuat dari Perak Murni dengan berat 2,975 gram. Dinar dan Dirham adalah mata uang yang dipakai pada zaman Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam . Pada era kekhalifahan Umar bin Khatab, ditetapkan bahwa Dinar dan Dirham memiliki standart seperti tersebut diatas. Di Indonesia, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia, unit bisnis dari PT Aneka Tambang, Tbk, dan disertai Sertifikat setiap kepingnya. Keaslian dan keakuratan berat dan kadarnya telah diuji dan disertifikasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) dan oleh LBMA (London Bullion Market Association). Dinar dan Dirham saat ini belum diakui secara resmi oleh Pemerintah sebagai alat tukar, sehingga pengenalan kembali Dinar dan Dirham di kalangan umat, digunakan pendekatan sebagai bentuk investasi/tabungan dan pelindung aset/harta umat. Dinar sebagai mata uang yang berasal dari Dunia Islam, sepanjang sejarah telah terbukti memiliki daya beli yang stabil lebih dari 1400 tahun. Dalam kurun 40 tahun terakhir, Rupiah mengalami penurunan daya beli akibat INFLASI rata-rata 8 % per tahun, sedangkan US Dollar mengalami penurunan rata-rata 5 % per tahun. Sebaliknya dalam kurun waktu yang sama, nilai Dinar mengalami kenaikan nilai rata-rata 28,73 % per tahun terhadap Rupiah dan kenaikan rata-rata 10,12 % per tahun terhadap US Dollar. Bandingkan dengan bagi hasil Deposito di Bank yang berkisar 6 % - 8 %. Dinar dapat digunakan sebagai investasi/tabungan jangka menengah/panjang, sangat cocok untuk rencana jangka panjang seperti menunaikan ibadah haji, biaya pernikahan anak, biaya sekolah anak, biaya membeli/perbaikan rumah, warisan (Islam melarang kita meninggalkan keturunan yang lemah) dan lain sebagainya. Beban biaya dan kebutuhan hidup yang semakin berat memang tidak terasa ... dengan asumsi inflasi 7,5 % per tahun saja, biaya hidup kita dalam Rupiah akan meningkat lebih dari 100 % dalam 10 tahun mendatang. Kekuatan khasanah keadilan mata uang Dinar dapat dimanfaatkan untuk melindungi aset/harta kita dari kehancuran/penurunan nilai uang seperti yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu Sanering Rupiah tahun 1965 dan Krisis Moneter tahun 1997-1998.


Grafik Harga Dinar dalam IDR dan Dollar
Gerai narDinar Bangkalan
Dinar Emas memiliki 3 fungsi : Sebagai alat tukar, Timbangan yang adil dan Perlindungan nilai. Dinar emas untuk membangun ketahanan ekonomi dan memakmurkan umat tetapi tidak untuk ditimbun!.
Jual Beli Dinar Emas dan Dirham Perak Bersertifikat produksi PT Aneka Tambang (Antam) persero dan PT Peruri (Persero)
Jl. Nangka, Kamal Madura 69162
Kontak:
Amy : 081554481448
Email : gerainardinarbkl@gmail.com

Dapatkan discount belanja 10 % untuk pembelian produk Thibbunnabawy dan herba di Toko herba online BaherbA (www.baherba.blogspot.com), bagi setiap pembelian dinar di Gerai narDinar.

Trend Harga Dinar Dalam 3 Bulan

Tampilkan postingan dengan label Uang Fiat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Uang Fiat. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 November 2011

Manipulasi Uang Kertas


(some text removed)
Sebelum krisis moneter terjadi harga telur ayam di Jakarta adalah Rp 2.000/kg namun beberapa bulan setelah rupiah terhadap dollar merosot seperempatnya (dari Rp 2.000 menjadi Rp 9.000 per USD), harga telur menjadi Rp 7.500/kg dan pada awal 2005, harga telur Rp 8.000/kg maka selama kurun 8 tahun, nilai rupiah telah turun sebesar 75%.
Jadi jika kita memiliki Rp 100.000 pada th 1997 kita bisa membeli 50 kg telur, pada tahun 2005 uang yang sama hanya bisa untuk membeli 12,5 kg telur saja
Apa yang sebenarnya terjadi terhadap uang kertas yang kita miliki ?
Untuk menjawab hal tersebut dibawah ini saya jelaskan sedikit hal yang terkait dengan sejarah uang kertas :
  • Uang kertas dimulai penggunaannya baru saja, seiring tumbangnya kekhalifahan Turki Ustmani pada tahun 1924.
  • Pada awalnya, uang kertas digunakan sebagai SURAT JANJI TUKAR yang mewakili UANG EMAS dan PERAK
  • Dengan MUSLIHAT BARAT/KAUM LIBERAL/KAPITALIS, uang kertas berubah menjadi SURAT JANJI KOSONG yang TIDAK BERNILAI, yakni berdasar Instruksi Presiden Nixon 15 Agustus 1971 à Semenjak itu, keuangan dunia sepenuhnya berbasis pada bunga atau riba yang diharamkan oleh Al-Quran
  • Nilai uang kertas sesungguhnya adalah NILAI KERTAS + BIAYA CETAK (nilai intrinsik), jauh lebih rendah dari nilai ekstrinsiknya
  • Kita DIPAKSA mengakui nilai uang kertas oleh Pemerintah / Bank Sentral dengan STEMPEL NILAI (ekstrinsik) pada uang kertas tersebut
Untuk menandingi kezaliman uang kertas maka Dinar dirham bangkit kembali:
  • 18 Agustus 1991 lahir fatwa yang mengharamkan uang kertas
  • 1992, di Granada, Spanyol, Shaykh Abdalqadir As-Sufi & Umar Ibrahim Vadillo mencetak kembali dinar dan dirham dan berlaku di Eropa
  • Awal 2000, Dinar & Dirham dicetak oleh Unit Logam Mulia – PT Antam, Tbk., dan diedarkan juga di Afrika Selatan, Malaysia, Amerika, Inggris dan Indonesia sendiri
  • Pada Agustus 2003, Malaysia mencetak dan mengedarkan sendiri dinar emas
  • Bank Islam Dubai mengawali untuk mengedarkan dinar & dirham dalam pasar terbuka valuta asing
  • Secara perlahan, ketergantungan kita pada US Dollar dan valuta asing lainnya sesungguhnya telah dapat dikurangi
  • Saat ini dinar sudah menjadi platform investasi idola bagi masyarakat yang telah menyadarinya.

Dinar & Dirham : Tetap Nilainya Sepanjang Zaman
  • Dalam kaidah Islam, “uang” atau alat tukar seharusnya adalah sebuah benda / komoditas yang dianggap memiliki nilai nyata dan diakui bersama (kurma, besi, tembaga, dll)
  • Dinar & Dirham dikenal bahkan mulai jaman pra Islam (Solidus / Dinarium à Romawi, Dirham à Persia)
  • Satu Dinar selalu sama nilainya dengan Seekor Kambing : ”Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata : saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi Shallallahu'alaihiwasallam  memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau; lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi Shallallahu'alaihiwasallam mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanahpun, ia pasti beruntung” (H.R.Bukhari)
  • Satu Dirham selalu sama nilainya dengan Seekor Ayam
  • Khalifah Umar ‘ibn Khattab RadiyallahuAnhu kemudian menetapkan standar Dinar dan Dirham, berlaku tetap dan sama di seluruh dunia s.d saat ini
Emas sebagai nilai intrinsik dinar
  • Ketika terjadi krisis peso Meksiko, 1995, nilai emas disana naik 107% dalam waktu 3 bulan
  • Ketika krisis rupiah pada 1997, nilai emas di Indonesia melonjak 375% dalam kurun 7 bulan
  • Ketika rubel krisis di Rusia, 1998, nilai emas di Rusia naik 307% dalam waktu delapan bulan
  • Jumlah emas sudah diatur oleh Allah sedemikian rupa sehingga secara memadai memenu. kebutuhan manusia tetapi tidak pernah berlebihan.
  • Ketersediaan emas di seluruh dunia yang terakumulasi sejak pertama kalinya manusia menggunakannya sampai sekarang diperkirakan hanya berkisar 130,000 ton sampai 150,000 ton.
Peningkatannya pertahun hanya berkisar antara 1.5% – 2.0 %. Ini cukup namun tidak berlebihan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang di seluruh dunia jumlah penduduknya tumbuh sekitar 1.2% per tahun.
Dibawah ini merupakan Keuntungan berinvestasi dengan platform dinar semoga anda lebih memiliki wawasan yang baik untuk beralih ke dinar
  • Dapat digunakan untuk menabung maupun investasi. Tidak ada bentuk tabungan atau investasi yang lebih baik dari Dinar maupun Dirham.
  • Tabungan haji dalam bentuk Dinar turun 15 – 20% setiap tahunnya
  • Apresiasi nilainya stabil di atas 25% per tahun
  • Halal dan sesuai syar’i
  • 100% secara fisik (intrinsik) adalah emas dan perak, tidak akan terpengaruh oleh nilai tukar yang naik turun dan tidak mengalami depresiasi
  • Universal currency – diterima secara universal
  • Mekanisme persentase jual-belinya standar (0 s.d 2,5% per transaksi), sehingga tidak ada kekhawatiran membeli terlalu mahal atau menjual terlalu murah.
  • Dapat digunakan langsung untuk muamalah : membayar zakat, diyat, mahar dan kurban
  • Graphic performance yang selalu menguat dibanding dengan uang kertas manapun yang anda dapat lihat dalam blog ini
Tujuan beralih ke dinar dan dirham
  • Jangka Pendek : menyelamatkan segera harta kita dari terus turunnya nilai uang, jika kita menyimpan dalam bentuk uang kertas
  • Jangka Menengah : untuk mendapatkan manfaat dari tetapnya nilai Dinar dan Dirham (= turunnya nilai uang kertas) dan menjadikannya alat transaksi sehari-hari
  • Jangka Panjang : sebagai syiar untuk mengembalikan sistem ekonomi jahiliyah kembali sistem ekonomi Islam yang seimbang dan memakmurkan
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (QS Ar-Rahmann 7-9)
Semoga Manfaat
-Wassalam-
(Endy J Kurniawan, 19 Februari 2009)

Senin, 14 Maret 2011

Daya Beli Uang Kertas Bisa Mendekati Angka Nol, Tetapi Tidak Pernah Benar-Benar Sampai Angka Nol...

Ketika Presiden Nixon mengumumkan pengingkaran Breton Woods Agreement 15 Agustus 1971, saat itu harga big burger di Amerika dan Eropa berkisar antara 15 – 25 cent Dollar dan harga kambing qurban yang baik di Indonesia berada di kisaran Rp 2,300. Kini 40 tahun kemudian harga big burger dalam kisaran US$ 4.5 – US$ 7.2 di Amerika dan di Eropa, sedangkan harga kambing qurban yang baik di kisaran Rp 1.6 juta. Dalam rentang 40 tahun bila dibeli dengan Dollar harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan sekitar 30 kali di Amerika dan Eropa, sedangkan di Indonesia kita mengalami kenaikan harga dalam Rupiah di kisaran 700 kali dalam rentang waktu yang sama.

Dengan penurunan daya beli yang begitu dasyatnya selama usia kita saja tersebut, lantas apakah era uang kertas akan segera berakhir ?. Ternyata kemungkinannya tidak demikian. Paling tidak secara matematis, uang kertas bisa berusia sangat panjang !. Sekali lagi saya coba gunakan persamaan matematika untuk menduga usia uang kertas ini, hasilnya persamaan yang paling mendekati ternyata persamaan pangkat negatif seperti pada grafik dibawah.

USD Buying Power
USD Buying Power

Untuk US$ persamaan tersebut memberikan tingkat akurasi yang diwakili oleh angka R2sekitar 71 %. Tidak terlalu akurat memang, tetapi paling tidak kita ada gambaran seperti apa rentang usia US$ ini nantinya. Untuk Rupiah R2 ini mendekati angka 90% artinya relatif akurat untuk mengatakan bahwa grafik penurunan daya beli Rupiah mengikuti formula yang dihasilkan oleh model ini  yaitu  y = 407.83x-1.8399.

Rupiah Buying Power
Rupiah Buying Power

Meskipun dengan tingkat akurasi yang berbeda, persamaan pangkat negatif yang paling memungkinkan baik di US$ maupun Rupiah ini keduanya memberikan grafik yang disebut grafik long tail. Angkanya bisa sangat rendah untuk periode yang begitu panjang, tetapi grafiknya sendiri tidak pernah menyentuh angka nol. Dengan demikian secara matematis, baik US$ maupun Rupiah memang tidak sedang menuju angka kematiannya.

Hanya saja karena nilai daya beli yang begitu rendah, dari waktu ke waktu pemerintahan di negara yang uangnya terus menuju titik nol tetapi tidak pernah sampai titik nol ini – harus berani melakukan tindakan yang tidak popular seperti redenominasi atau bahkan sanering.

Masalah redenominasi ini seperti bom waktu, cepat atau lambat harus ada yang berani tidak popular melakukannya. Kalau seandainya saya yang harus memutuskan, maka akan saya lakukan sekarang-sekarang ini. Mumpung Rupiah lagi perkasa sekali dan mumpung pemerintah yang berkuasa sudah berada di periode kedua, artinya tidak terlalu perlu menjaga popularitas – karena toh tidak akan mencalonkan lagi. Dengan demikian juga pemerintah yang sekarang ikut memperpanjang usia uang kertas kita sekaligus memudahkan penataan ekonomi dan moneter negeri ini untuk pemerintahan selanjutnya.

Bayangkan seandainya tahun 1965 tidak ada yang mau mengambil keputusan sanering, begitu seterusnya pemerintahan berganti tanpa ada yang mengambil langkah sanering ataupun redenominsai, maka sampai sekarang uang Rp 1,000 kita akan berangka Rp 1,000,000,-. Inilah cerminan daya beli yang menuju ke angka nol tetapi tidak pernah sampai angka nol yang terwakili oleh persamaan-persamaan matematika tersebut diatas. Wa Allahu A’lam. (Muhaimin Iqbal, Gerai Dinar, 25 Februari 2011)

Kamis, 16 Desember 2010

Inflasi Itu Seperti Ember Bocor...

Semasa kecil di kampung, saya biasa mengisi kulah (bak tempat penampungan air) dengan cara menimba air dari sumur. Alat timba di jaman itu berupa bambu panjang yang diujungnya diikatkan ember dari seng.  Karena usia ember seng yang tua dimakan karat – maka emberpun tidak lagi utuh – jadi ada kebocoran disana-sini.  Setiap kali ember saya masukkan ke-kedalaman sumur dan terisi air penuh, segera saya tarik keatas ember tersebut – dan menuangkan airnya secepat mungkin ke kulah. Bila mengangkat embernya kurang cepat, maka air akan habis di perjalanan dari dasar sumur ke permukaan kulah karena kebocoran tersebut. Tentu bekerja semacam ini sangat melelahkan dan tidak efisien karena begitu banyak air yang tidak sampai ke kulah.

Tanpa kita sadari, sesungguhnya rata-rata kita juga bekerja seperti menimba air dengan ember bocor tersebut. Begitu keras kita bekerja, sebagian hasilnya kita tabung untuk hari tua, untuk membayar dana pensiun, membayar asuransi pendidikan, kesehatan dlsb. tetapi ternyata begitu banyak pula yang ‘terbuang’ dalam perjalanannya karena faktor inflasi.

Ironinya yang menguras ‘kulah’ tabungan hari tua kita ini bukan hanya inflasi yang terjadi terhadap Rupiah, tetapi juga inflasi mata uang negara lain yang seharusnya tidak ada hubungannya dengan kerja keras kita – yaitu US$. Karena pengalaman buruk dengan Rupiah tahun 1997/1998, sebagian orang yang punya uang mengalihkan simpanannya dalam US$ - bentuknya bisa berupa tabungan, deposito, asuransi dlsb.

Tanpa disadari ternyata yang lari ke US$ tersebut seperti terhindar dari mulut harimau masuk mulut buaya – karena pada tahun-tahun belakangan inflasi US$ ternyata lebih buruk dibandingkan dengan inflasi Rupiah. Lebih buruknya inflasi US$ dibandingkan Rupiah ini hanya akan disadari mana kala keduanya di ‘timbang’ dengan timbangan yang baku yaitu emas atau Dinar. Bila Anda sempat mengunjungi situs kami yang lain www.emas24.com misalnya, per hari ini harga emas dalam Rupiah selama setahun terakhir hanya mengalami kenaikan sekitar 20% ; namun kalau Anda lihat situsnya www.kitco.com Anda akan melihat kenaikan harga emas dunia dalam US$ setahun terakhir telah mendekati 23 %.

Bagi Anda yang sama sekali tidak menggunakan US$ - mungkin Anda berpikir bahwa Anda terbebas dari inflasi US$ ini ?. Ternyata tidak juga, karena sebagai bangsa – salah satu kekuatan ekonomi negeri ini terletak pada cadangan devisa-nya.  Masalahnya adalah ‘kulah’ yang  berupa cadangan devisa negeri ini  dicatatnya juga dalam bentuk US$.

Maka mari kita lihat apa yang terjadi dengan ‘kulah’ cadangan devisa kita ini selama dua tahun terakhir. Negeri ini telah bekerja keras memproduksi barang dan jasa yang sebagiannya untuk ekspor, hasilnya ditampung dalam suatu tempat dan dihitung dengan US$. Di atas kertas isi ‘kulah’ kita ini memang terus bertambah, bila dua tahun lalu isinya dikisaran US$ 51 Milyar – kini isinya mendekati US$ 93 milyar. Kita bangga karena berhasil meningkatkan cadangan devisa sekitar 62 % selama dua tahun terakhir - lihat garis hijau pada grafik dibawah.

DevisaCadangan Devisa RI 2008-2010
 
Tetapi sayangnya, entah kita sadari atau tidak, bila timbangan yang kita gunakan bukan US$ yang nilainya terus menyusut karena berbagai ulah penguasa moneter negeri itu, tetapi kita gunakan timbangan yang baku sepajang zaman – yaitu emas , maka ternyata isi ‘kulah’ kita tersebut tidak bertambah sejak dua tahun lalu – bahkan turun 2 % selama dua tahun – lihat garis kuning pada grafik diatas.

Apa maknanya ini ?, ternyata bukan hanya kita pribadi yang bekerja dengan ember bocor, tetapi bangsa ini juga demikian. Kita mengira bertambah kaya dengan cadangan devisa, tetapi bila cadangan devisa tersebut kita nilai dengan benda riil baik itu berupa emas, minyak, bahan pangan atau benda riil lainnya – ternyata kekayaan kita tidak bertambah. Inflasi US$ telah membawa kita terbuai dalam ilusi – seolah kita tambah kaya – padahal kenyataannya cenderung sebaliknya.

Lantas maukah kita tetap terus mengisi kulah dengan ember bocor tersebut ?, ya setelah sadar mestinya tidak lagi. Kita ganti ember tersebut dengan ember yang baru, tidak lagi bocor sehingga berapa-pun air yang terbawa di dalamnya akan terbawa penuh sampai ke kulah. Ember baru ini tidak harus emas atau Dinar, bisa saja berupa minyak, gas, jagung, beras ataupun berbagai benda riil lainnya. Agar pekerjaan kita tidak sia-sia – maka  kita perlu segera mengganti ember ini dengan yang baru, mengapa ?.

Seperti juga ember dari seng tua yang mulai lapuk oleh karat, ‘kebocoran’ berupa inflasi US$ ini kedepannya nampaknya tidak akan sembuh sendiri – bahkan nampaknya akan semakin membesar. Perhatikan grafik dibawah yang saya peroleh dari Free Gold Money Report.

US$ DebtUS Debt Increase
 
Sejak krisi financial dua tahun lalu, pendapatan Amerika dari pajak dan lain sebagainya (garis biru) semakin turun sementara pengeluarannya semakin jauh melebihi pendapatan ( garis merah). Lantas dari mana mereka nomboki pengeluaran yang tidak bisa dicukupi oleh pemasukan ini ?, ya dari hutang  lah – maka dapat dilihat hutang mereka (jari-jari hijau) yang semakin lama semakin membubung tinggi – saat ini angkanya sudah mendekati US$ 14 trilyun.

Terus dari mana mereka akan membayar hutang yang semakin membengkak tersebut nantinya – sementara saving masyarakatnya terbukti selama bertahun-tahun tidak cukup untuk menutupnya ? ya apa lagi kalau bukan mencetak uang dari awang-awang. Itulah sebabnya mereka terus mengusung program Quantitative Easing 1, 2 dan entah sampai berapa nanti sampai suatu saat dunia tidak lagi mempercayai hutang-hutangnya.

Jadi bocornya ember karatan US Dollar sejauh yang bisa dilihat dari data yang ada nampaknya akan terus membesar, maka alangkah sia-sia-nya kalau kita masih terus mau mengisi ‘kulah’ kita dengan ember tua karatan lagi bocor tersebut. Wa Allahu A’lam... (M Iqbal, owner Gerai Dinar, 16 Desember 2010)

Rabu, 24 November 2010

Menduga Sisa Nilai Uang Kertas Dengan Teori Peluruhan…





Waktu Paruh Uang Kertas
Para scientist telah lama menggunakan teori peluruhan eksponensial (exponential decay theory) untuk menduga usia benda-benda purbakala, fosil dan lain sebagainya. Konsep yang mudah untuk dipahami bersamaan dengan teori ini adalah adanya konsep waktu paruh (half-life), yaitu waktu yang diperlukan materi subjek peluruhan eksponensial untuk menjadi tinggal separuhnya dari materi semula.

Apabila teori ini berlaku untuk benda-benda yang ada di alam, apakah teori ini juga berlaku untuk kreasi manusia modern yang namanya uang kertas ?. Well, setahu saya belum ada yang membuat studi ilmiah tentang hal ini – namun dengan melihat statistik harga emas dunia dalam berbagai mata uang kertas selama 40 tahun terakhir – saya menduga bisa jadi teori peluruhan eksponensial ini juga berlaku untuk uang kertas.

Coba kita perhatikan fakta berikut ini : Pada tahun 1970, ketika emas masih dijadikan standar mata uang dunia dalam perjanjian Breton Woods  harga emas dunia saat itu berada pada angka US$ 35.94/Oz.  Dengan nilai tukar Rupiah Rp 415/US$; maka harga emas saat itu di Indonesia berada di kisaran Rp 480/gram.

Kini setelah 40 tahun berlalu, harga emas menjadi US$ 1,109/Oz  dan dengan nilai tukar Rp 9,175/US$ harga emas dalam Rupiah menjadi di kisaran Rp 327,000/gram. Artinya setelah 40 tahun, nilai US$ terhadap emas tinggal tersisa 3.24% dan nilai Rupiah tinggal 0.15%.

Nah fakta-fakta ini apabila kita plot-kan di grafik Nilai Sisa setelah waktu paruh ke N = 100%/2^N seperti diatas ; kita akan tahu dimana posisi US$ dan dimana pula posisi Rupiah. Setelah 40 tahun US$ kini berada pada waktu paruh antara ke 4 menuju waktu paruh ke 5; dengan kata lain US$ memiliki waktu paruh sekitar 8.9 tahun.

Pada periode 40 tahun yang sama Rupiah kini telah berada pada waktu paruh ke 9 menuju waktu paruh ke 10, atau dengan kata lain Rupiah memiliki waktu paruh di angka sekitar 4.2 tahun.

Apa maknanya ini ?;  Bila Anda memegang Rp 327,000 saat ini dapat Anda belikan 1 gram emas; bila Anda punya uang yang sama 4.2 tahun lagi maka Anda tinggal mendapatkan ½ gram emas. Setelah 8.4 tahun lagi, uang yang sama tinggal setara ¼ gram emas. Pada saat anak Anda yang sekarang di TK, masuk perguruan tinggi 12.6 tahun dari sekarang uang yang sama tersebut tinggal seharga 1/8 gram emas.

Aplikasi teori peluruhan untuk menduga nilai sisa dari uang kertas ini, bisa saja diperdebatkan  ke-ilmiahan-nya. Namun tidak ada salahnya kita menengok nilai uang kertas ini puluhan tahun kebelakang, agar kita bisa lebih bijak dalam memilih tabungan kita untuk penggunaan yang bisa jadi masih puluhan tahun kedepan.

Agar anak-anak kita bisa sekolah dengan dana yang cukup pada waktunya. Dan agar di usia senja kita, kita masih bisa membiayai segala kebutuhan kita sendiri. Wa Allahu A’lam. (M Iqbal, Owner Gerai Dinar, 30 Maret 2010)

Trend Harga Emas (emas24.com)



Harga Emas Dunia Dalam 24 Jam

24 Hours Gold Price

24 Hours Gold Price