“People understand that the game is up. The ability to create money out of the thin air is coming to an end” – James Turk
Kapan emas ‘siap’ menjadi alat tukar? Antara 2013-2015, waktu yang dekat sekali. Setidaknya itu prediksi James Turk, pendiri dan Chairman GoldMoney Foundation, sebuah lembaga yang giat mensosialisasi moneter berbasis logam mulia, kembali ke kesimbangan yang tercipta pada peradaban dunia yang sebelumnya. Apa dasarnya? Ada 7 sebab, dua diantaranya adalah sebab bertarikan antara nilai tukar emas sendiri dan permintaan terhadap US$ yang makin rendah. Kita tahu bahwa uang menjalankan fungsinya karena dipercaya banyak pihak sebab dianggap bernilai. Yang terjadi pada US$ sekarang adalah sebaliknya. Turk menyebut karena nilai US$ turun seperti ‘waterfall’ – jatuh 2 digit per tahun semenjak 2001 terhadap emas – telah mendorong ketidakpercayaan manusia terhadap nilainya, kemampuannya dalam menyimpan nilai kekayaan, dan akseptibilitasnya di belahan bumi mana saja. Dan perlu dimaklumi, mata uang kuat lainnya seperti AUD, CAD, EUR, JPY, GBP mengalami hal yang sama, mengapa? Karena mereka terikat kuat ke US$ tentu saja.
Kejatuhan nilai US$ itu, pada 2013-2015, kata Turk, ditunjukkan dengan nilai emas yang mencapai $8.000/troy ounce (ingat bahwa nilai emas tetap, ia menjadi terus-menerus lebih mahal dikarenakan nilai uang kertas melemah/ merosot), atau dengan kurs saat ini, saat itu 1 gram emas akan senilai 2,1 juta. Di kondisi tersebut, kita harus menukar Rp9,29 juta untuk mendapatkan sekeping Dinar!
Gejala hilangnya kepercayaan terhadap uang kertas, terutama US$ terus terjadi di sekitar kita.
Gejala lokal, misalnya, pada waktu belakangan ini, kita lihat banyak lembaga travel umroh tak lagi menerima pembayaran biaya perjalanan umroh dalam bentuk US$ – karena menyebabkan rugi nikai tukar – dan memilih pembayaran menggunakan Rp. Toko elektronik resmi yang menjadi distributor produk asing juga memilih menjual produknya dalam Rp, dengan harga acuan nilai tukar US$ 1 tahun lalu. Jika menjual tetap dengan acuan US$ atau dalam US$ murni ia akan merugi 20% dibanding harga pembelian stok , karena adanya selisih kurs Rp – US$. Hijrah deposito dari US$ juga terjadi, baik ke Rp maupun ke emas fisik. Pelancong asing yang memegang US$ datang ke Indonesia, menemukan bahwa daya beli uangnya telah turun dan tak bisa membawa oleh-oleh sebanyak 3 tahun kembali ke negaranya.
Ketika mata uang kertas telah jatuh nilainya terlalu jauh, tak dipercaya lagi dan tak diminati, suplainya besar sementara permintaan terus turun, maka ia makin tak berharga. Apa bedanya dengan mata uang Jerman yang lebih berharga sebagai bahan bakar pemanas ruangan saat depresi tahun 1923? Juga sebagaimana mata uang kertas Islandia yang negerinya runtuh tersapu krisis pada 2008 lalu uangnya tak diterima dimanapun di muka bumi sebagai alat tukar.
Kita tak pernah tahu bagaimana modus yang terjadi saat masa transisi ketika emas kembali menjadi alat tukar pada masa yang diperkirakan Turk di sekitar 2013-2015. Pada tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Bretton Woods Mungkin (Tak) Kembali” saya menjelaskan bahwa pertukaran emas secara fisik lebih mudah terjadi dibanding ‘Gold Backuped Money’ salah satunya karena 90% cadangan emas dunia yang telah berhasil ditambang (total sekitar 160.000, komposisi 10% dari jumlah tersebut dikuasai negara, sisanya oleh individual, adalah laporan tahun 2010 World Gold Council), berada di kantong masyarakat dunia, bukan dalam penguasaan negara/ central bank.
Ketika emas menjadi $8.000/troy ounce, itu penanda kehancuran yang sejelas-jelasnya dari mata uang kertas. Bermakna nilainya terjun 17.5 kali lebih rendah dalam 15 tahun. Masyarakat akan mencari alat tukar yang stabil dan tak terinflasi karena suplai-permintaannya telah Allah atur dalam keseimbangan dengan komoditas lainnya di muka bumi.
Turk menyebut emas sebagai uang. Uang bermakna karena disimpan (sebagai tabungan) atau dipertukarkan (dengan benda lain di muka bumi) sebagai alat transaksi. Di situasi ini, siapapun (negara, atau individual) yang memegang paling banyak emas adalah yang paling diuntungkan karena benda berharga itu memastikan nilai kekayaan yang dipunya. Semoga itu kita.
Wallahua’lam
Bersambung ke bagian 2 : GOLD IS’NT JUST MONEY. IT’S ‘TRADITION’
(Endy J Kurniawan, 17 Juli 2011)