Dinar dan Dirham



Dinar dan Dirham
Dinar adalah mata uang berupa koin yang terbuat dari emas dengan kadar 22 karat (91,7 %) dan berat 4,25 gram. Dirham adalah mata uang yang terbuat dari Perak Murni dengan berat 2,975 gram. Dinar dan Dirham adalah mata uang yang dipakai pada zaman Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam . Pada era kekhalifahan Umar bin Khatab, ditetapkan bahwa Dinar dan Dirham memiliki standart seperti tersebut diatas. Di Indonesia, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia, unit bisnis dari PT Aneka Tambang, Tbk, dan disertai Sertifikat setiap kepingnya. Keaslian dan keakuratan berat dan kadarnya telah diuji dan disertifikasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) dan oleh LBMA (London Bullion Market Association). Dinar dan Dirham saat ini belum diakui secara resmi oleh Pemerintah sebagai alat tukar, sehingga pengenalan kembali Dinar dan Dirham di kalangan umat, digunakan pendekatan sebagai bentuk investasi/tabungan dan pelindung aset/harta umat. Dinar sebagai mata uang yang berasal dari Dunia Islam, sepanjang sejarah telah terbukti memiliki daya beli yang stabil lebih dari 1400 tahun. Dalam kurun 40 tahun terakhir, Rupiah mengalami penurunan daya beli akibat INFLASI rata-rata 8 % per tahun, sedangkan US Dollar mengalami penurunan rata-rata 5 % per tahun. Sebaliknya dalam kurun waktu yang sama, nilai Dinar mengalami kenaikan nilai rata-rata 28,73 % per tahun terhadap Rupiah dan kenaikan rata-rata 10,12 % per tahun terhadap US Dollar. Bandingkan dengan bagi hasil Deposito di Bank yang berkisar 6 % - 8 %. Dinar dapat digunakan sebagai investasi/tabungan jangka menengah/panjang, sangat cocok untuk rencana jangka panjang seperti menunaikan ibadah haji, biaya pernikahan anak, biaya sekolah anak, biaya membeli/perbaikan rumah, warisan (Islam melarang kita meninggalkan keturunan yang lemah) dan lain sebagainya. Beban biaya dan kebutuhan hidup yang semakin berat memang tidak terasa ... dengan asumsi inflasi 7,5 % per tahun saja, biaya hidup kita dalam Rupiah akan meningkat lebih dari 100 % dalam 10 tahun mendatang. Kekuatan khasanah keadilan mata uang Dinar dapat dimanfaatkan untuk melindungi aset/harta kita dari kehancuran/penurunan nilai uang seperti yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu Sanering Rupiah tahun 1965 dan Krisis Moneter tahun 1997-1998.


Grafik Harga Dinar dalam IDR dan Dollar
Gerai narDinar Bangkalan
Dinar Emas memiliki 3 fungsi : Sebagai alat tukar, Timbangan yang adil dan Perlindungan nilai. Dinar emas untuk membangun ketahanan ekonomi dan memakmurkan umat tetapi tidak untuk ditimbun!.
Jual Beli Dinar Emas dan Dirham Perak Bersertifikat produksi PT Aneka Tambang (Antam) persero dan PT Peruri (Persero)
Jl. Nangka, Kamal Madura 69162
Kontak:
Amy : 081554481448
Email : gerainardinarbkl@gmail.com

Dapatkan discount belanja 10 % untuk pembelian produk Thibbunnabawy dan herba di Toko herba online BaherbA (www.baherba.blogspot.com), bagi setiap pembelian dinar di Gerai narDinar.

Trend Harga Dinar Dalam 3 Bulan

Senin, 15 November 2010

Sejarah Uang Dalam Islam

Untuk bisa lebih memahami dan mencari solusi penerapan sistem moneter Islam, kita harus kembali lagi ke konteks sejarah perkembangan uang dalam dunia Islam – bagaimana sebenarnya Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, generasi shabat dan generasi sesudahnya menggunakan uang.

Pada zaman Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dikenal dua jenis uang yaitu uang yang berupa komoditi logam dan koin yang berasal dari kekaisaran Roma (Byzantine). Dua jenis uang logam yang digunakan adalah emas (Dinar) dan perak (Dirham). Logam tembaga juga digunakan secara terbatas dan tidak sepenuhnya dihukumi sebagai uang, disebut fals atau jamaknya fulus.

Tercatat bahwa Dirham dicetak pertama kali oleh Kekalifahan Umar bin Khattab pada sekitar abad 18 H, meskipun demikian koin logam emas dan perak dari Byzantine tetap juga diterima oleh masyarakat Islam. Dinar dicetak pertama kali pada zaman Kekalifahan Mu’awiya bin Abu Sufyan (41-60H), meskipun juga koin emas dan perak dari Byzantine tetap dipakai sampai sekitar thaun 75H-76 H pada zaman Kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan – ketika yang terakhir ini melakukan reformasi finansialnya dan mulai saat itu hanya Dinar dan Dirham yang dicetak sendiri oleh Kekhalifan Islam yang berlaku.

Pada awalnya koin emas yang dicetak di masa-masa tersebut mempunyai kwalitas cetakan yang kurang baik dan berat masing-masing koin yang tidak standar, oleh karenanya penggunaan uang logam ini awalnya lebih mengandalkan pada timbangan berat daripada menghitung jumlah koinnya. Awalnya penggunaan berdasarkan hitungan jumlah koin (bukan berat) hanya dilakukan terhadap koin perak Dirham dan fulus dari tembaga – karena keduanya memiliki nilai yang relatif rendah dibandingkan koin emas Dinar. Disinilah awal dikenalnya fungsi uang sebagai numeraire yang diperkenalkan oleh Islam.

Uang emas(Dinar) dan uang perak (Dirham) baru digunakan berdasarkan jumlah koinnya (bukan timbangannya) sebagaimana kita kenal secara konvensioanl seperti sekarang ini tercatat di dunia Islam baru sekitar abad ke 4 Hijriyah . Dalam kejayaan Islam umumnya kedua jenis uang emas dan perak digunakan bersama meskipun juga dipengaruhi ketersedeiaan bahan dan budaya setempat. Di zaman Salahuddin Al Ayyubi uang emas banyak dipakai di Persia dan spanyol, sedangkan perak (Dirham) banyak dipakai di Afrika Utara dan Semenanjung Arab.

Selain Dinar, Dirham dan Fulus (uang tembaga), di sejarah Kekhalifahan Islam juga dikenal adanya uang Maghshus yaitu uang yang dibuat dari campuran logam mulia (emas atau perak ) dengan logam lain seperti tembaga, perunggu dan lain sebagainya .

Dalam sejarah awal Islam apabila fulus digunakan, maka penggunaannya biasanya terbatas pada konteks lokal yang tidak terlalu luas dimana para pelaku bisa saling mengenal dan saling percaya. Fulus dari tembaga untuk perdagangan jarak jauh baru dicetak oleh pemerintahan Mamluk awal abad 9 H. Pada pemerintahan Mamluk tersebut ditetapkan bahwa nilai Dirham dari Tembaga (sebenarnya fulus) sama dengan Dirham dari perak (uang yang sesungguhnya); tetapi penetapan ini tidak di terima di masyarakat terbukti dari harga fulus Dirham yang dari tembaga jatuh. Pengalaman ini menunjukkan bahwa nilai uang yang sesungguhnya (dalam arti daya beli atau nilai tukarnya) tidak bisa ditentukan berdasarkan keputusan pemerintah, nilai uang akan tergantung dua hal yaitu apabila tidak berdasarkan nilai intrinsik-nya maka akan berdasarkan kepercayaan pasar yang menggunakannya.

Karena fulus yang dicetak rencananya untuk perdagangan jarak jauh tidak diterima dengan baik oleh pasar, maka pada masa tersebut mulai dilahirkan pula apa yang disebut sebagai suftaja atau al suftajah – semacam apa yang kita kenal sekarang dengan letter of credit. Suftaja ini dikeluarkan oleh tempat penukaran uang (Sharf) di tempat asal, untuk ditukar dengan uang koin Dinar atau Dirham di tempat penukaran uang di kota tujuan. Suftaja memiliki banyak kemiripan dengan uang kertas yang kita kenal yaitu mudah dibawa dalam perjalanan jauh dan berperan sebagai surat janji (promissory note) untuk bisa ditukar kembali dengan uang sesungguhnya. Suftaja juga banyak dipakai di Kekhalifahan Usmaniah antara abad 17 – 19 karena luasnya wilayah kekhalifahan sehingga diperlukan efektifitas pembayaran pembayaran perdangan jarak jauh .

Usaha memaksakan uang tanpa nilai intrinsik (uang kertas) pada dunia Islam sebenarnya juga pernah dilakukan oleh kekaisaran Mongols pada tahun 1294, namun gagal total hanya dalam dua bulan karena masyarakat Islam menolaknya. Sekali lagi hal ini membuktikan bahwa uang yang tidak di dukung dengan nilai intrinsik dan juga tidak didukung oleh kepercayaan masyarakat penggunanya pasti gagal.

Ber abad-abad berikutnya tepatnya mulai abad ke 19 uang kertas mulai diperkenalkan lagi ke dunia Islam (tentu juga dunia di luar Islam) melalui dua tahap. Tahap pertama masih didukung penuh dengan cadangan emas yang dikenal dengan Gold Standard atau Gold Exchange Standard. Tahap kedua adalah uang kertas atau uang fiat yang kita kenal sampai sekarang yang tidak didukung dengan cadangan emas. Uang kertas terakhir ini sebenarnya mengandung ketidak pastian yang sangat tinggi terhadap nilainya (gharar) seperti yang sudah terbukti di Indonesia melalui dua kejadian yaitu Sanering Rupiah 1965 dan Krisis Moneter 1997-1998. Peningkatan risiko ini disebabkan pertama karena uang kertas atau uang fiat yang tidak memiliki nilai intrinsik, dan kedua karena perdagangan internasional sudah semakin luas sehingga keterikatan sosial antar pelaku pasar sudah semakin renggang – sedikit saja kepercayaan pasar menurun terhadap suatu mata uang – maka hancurlah mata uang tersebut. Kepastian nilai mata uang kertas hanya bisa terjadi apabila uang kertas tersebut sepenuhnya mempunyai penyeimbang (counterbalance) yang jumlahnya sama dengan uang yang beredar, yaitu yang disebut 100 gold reserve system, atau di back up oleh kekayaan riil lain (misalnya minyak) yang nilainya setara dengan uang yang beredar tersebut.(M Iqbal, owner Gerai Dinar, 12 Januari 2007)

Trend Harga Emas (emas24.com)



Harga Emas Dunia Dalam 24 Jam

24 Hours Gold Price

24 Hours Gold Price