Emas adalah produk generik global – semua peradaban di dunia sepanjang masa mengenal dan menghargainya, oleh karenanya komoditi ini begitu mudah mengalir dari satu tempat ke tempat lainnya mengikuti masyarakat mana yang memiliki nilai tukar atau daya beli terbaik. Karena sifatnya yang demikian, maka harga emas tidak terlalu dipengaruhi oleh supply and demand setempat sebagaimana produk pada umumnya. Cabe misalnya, begitu mudah melonjak-lonjak harganya ketika stok menghilang di pasar induk. Tetapi emas tidak demikian, antrian sangat panjang di Logam Mulia - Antam dari orang-orang yang berburu emas – tidak berpengaruh pada harga emas.
Mengapa demikian ?, bukan-kah di seluruh pasar yang menentukan harga adalah mekanisme supply and demand ?. Betul, tetapi untuk emas – karena sifatnya yang universal dan mudah mengalir tersebut, supply and demand yang berlaku adalah supply and demandglobal dan bukan supply and demand lokal. Naiknya permintaan emas menjelang Iedul Fitri di Indonesia , tahun baru imlek di China maupun perayaan Diwali di India – meskipun dua Negara terakhir ini adalah konsumen terbesar emas dunia – tetap tidak menggoncang harga emas dunia.
Lantas apa yang mudah menggoncang harga emas dunia ini ?. Ya daya beli uang di masing-masing Negara lah yang paling mudah menggoncang harga emas. Di Indonesia harga emas pernah melonjak dari kisaran Rp 25,000/gram ke angka Rp 140,000/gram pada krisis moneter 1997/1998 karena daya beli Rupiah yang anjlog saat itu. Sepanjang tahun ini harga emas dunia melonjak dari kisaran US$ 1300-an ke angka US$ 1800-an per troy ounce juga karena anjlognya daya beli US$.
Dengan memahami karakter harga emas yang berbeda dengan harga cabe tersebut diatas, maka Anda akan dapat lebih bijak ketika ingin beralih menggunakan emas sebagai instrument proteksi , alat tukar maupun sebagai investasi. Yang perlu dicermati bukan event-event local seperti Iedul Fitri , Imlek, Diwali, antrian panjang di LM-Antam, rame atau sepi-nya pusat-pusat perdagangan emas di Cikini ataupun Melawai.
Yang perlu dicermati adalah daya beli uang itu sendiri. Untuk dunia karena harga emas itu dinilai dengan US$, maka daya beli US$ inilah yang menentukan tinggi rendahnya harga emas. Sedangkan kita yang di Indonesia tentu sangat terpengaruh dengan daya beli Rupiah. Seperti yang sudah saya ‘duga’ melalui tulisan saya pekan lalu “Bila Rupiah (Terus ) Melemah…” , Rupiah bener-bener menyentuh angka Rp 9,000/ US$ di pasar internasional semalam yang masih dapat disaksikan juga di nilai tukar Rupiah yang ter-update otomatis di situs ini sampai jam 7-an pagi tadi, setelah itu Rupiah tiba-tiba menguat - mungkin setelah team intervensi pada bangun dan melakukan intervensi pasar !..
Dampak dari pelemahan Rupiah ini adalah bila Anda jumpai harga Dinar atau emas kelihatan mahal hari-hari ini, itu bukan karena pasar internasionalnya yang lagi mahal – tetapi karena daya beli Rupiah kita yang lagi menurun.
Untuk jangka pendek hari-hari ini, harga emas internasional juga mungkin akan terguncang dengan persepsi daya beli US$ - tergantung dari hasil rapat Federal Open Market Committee(FOMC) meeting yang dijadwalkan hari ini dan besuk di AS. ‘Dugaan’ saya hasil FOMC ini akan memberikan ‘angin surga’ bagi ekonomi AS untuk sesaat, jadi akan ada gairah sementara di pasar yang mendorong persepsi seolah ekonomi Amerika memiliki harapan baru, untuk sesaat Dollar akan terangkat dan harga emas kemungkinan besarnya turun.
Namun yang perlu diwaspadai adalah dengan apa FOMC memberikan ‘angin surga’ ini ?. Tidak bisa tidak adalah dengan kebijakan moneter, langsung atau tidak langsung adalah dengan mencetak uang dari awang-awang, dikatakan atau tidak inilah bentuk lain dari Quantitative Easing 3 (QE 3). Dalam video klip yang disiapkan oleh National Inflation Association (NIA) yang pernah saya berikan link-nya di situs ini dalam tulisan ‘the Day the Dollar Died’ , para Ahli mereka sendiri yang kritis menyatakan bahwa Dollar akan mati setelah langkah QE 4 – maka QE 3 yang akan terwujud dalam bentuk ‘angin surga’ yang akan diumumkan the Fed dua hari mendatang - memang akan lebih mendekatkan Dollar satu langkah lagi ke hari kematiannya.
Bila Dollar mati atau menuju kematiannya, emas tidak bisa lagi dibeli dengan seberapa banyak apapun uang Dollar Anda. Wa Allahu A’lam. (Muhaimin Iqbal, 20 September 2011)